PROBLEM BASED LEARNING
(PBL)
1.
Defenisi
Problem Based Learning
Problem
Based Learning pertama kali diperkenalkan pada awal tahun 1970-an di Universitas Mc.Master
Fakultas Kedokteran Kanada, sebagai satu upaya menemukan solusi dalam diagnosis
dengan membuat pertanyaan-pertanyaan sesuai situasi yang ada. Kurikulum PBM memfasilitasi keberhasilan
memecahkan masalah, komunikasi, kerja kelompok dan keterampilan interpersonal
dengan lebih baik dibanding pendekatan yang lain. Model Problem Based Learning atau pembelajaran berdasarkan masalah merupakan
model pembelajaran yang didesain menyelesaikan masalah yang disajikan. Arends (2008:41), Problem Based Learning merupakan model pembelajaran yang
menyuguhkan berbagai situasi bermasalah yang autentik dan bermakna kepada
peserta didik,yang dapat berfungsi sebagai batu loncatan untuk investigasi dan
penyelidikan.
Menurut Mukhadis (2006) Problem Based Learning merupakan strategi pembelajaran dalam konteks
kehidupan nyata yang berorientasi pemecahan masalah dengan memanfaatkan
berpikir kritis, sintetik, dan praktikal melalui pemanfaatan multiple
intelligences dengan membiasakan belajar ‘bagaimana belajar”.Problem Based Learning
merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata
sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang berpikir kritis dan
keterampilan pemecahan masalah serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep
yang esensi dari materi pelajaran.
Moffit (Depdiknas, 2002:12)
mengemukakan bahwa Problem Based Learning merupakan
suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu
konteks bagi siswa untuk belajar tentang berpikir kritis dan keterampilan
pemecahan masalah serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensi
dari materi pelajaran. Barrow (Taufik Amir; 2010) menyatakan Problem Based Learning merepresentasikan
metode belajar yang “Learn-by-doing” dan akar dasarnya adalah
apprenticeship (pemagangan), dimana pemula mempelajari
pengetahuan dan ketrampilan dari
bidang yang dipilihnya
dengan megerjakan sesuatu
dibawah panduan pengajaran seorang
ahli, sampai ia
nantinya mampu menghasilkan
karya sendiri.
Pierce dan Jones (Howay, 2001 ; 69)
Problem Based Learning ; Siswa
membangun konsep atau prinsip dengan kemampuannya sendiri yang mengintegrasikan
keterampilan berpikir dan pengetahuan yang sudah dipahami dan sebelumnya. Trianto
(2010:90), Model pembelajaran berdasarkan masalah merupakan suatu model
pembelajaran yang didasarkan pada banyaknya permasalahan yang membutuhkan penyelidikan
autentik yakni penyelidikan yang membutuhkan penyelesaian nyata dari permasalahan
yang nyata. Sama halnya menurut Yatim
Riyanto (2009:288), model Problem Based
Learning merupakan model pembelajaran yang dapat membantu peserta didik untuk aktif dan mandiri dalam mengembangkan
kemampuan berpikir memecahkan masalah melalui pencarian data sehingga diperoleh
solusi dengan rasional dan autentik.
Berdasarkan beberapa pendapat di
atas, dapat di simpulkan bahwa Problem
Based Learning merupakan suatu pendekatan atau strategi pembelajaran
inovasi dalam konteks dunia nyata (autentik) yang berorientasikan peserta didik
mampu memiliki konsep esensial atau pengetahuan sendiri dengan mengintegrasikan
kemampuan berpikir kritis, sintetik, dan praktikal melalui pemanfaatan multiple
intelligences dengan membiasakan belajar ‘bagaimana belajar” (mandiri) serta
terampil dalam menyelesaikan masalah dalam kehidupannya.
2.
Alasan Penggunaan Model Pembelajaran Problem Based Learning
Model Problem Based Learning atau
pembelajaran berdasarkan masalah merupakan model pembelajaran yang
didesain menyelesaikan masalah
yang disajikan, yang telah dikenal
sejak zaman Jonh Dewey. Dewey
mendeskripsikan pandangan
tentang pendidikan dengan
sekolah sebagai cermin
masyarakat yang lebih
besar dan kelas
akan menjadi laboratorium
untuk penyelidikan dan penuntasan
masalah kehidupan nyata (Arends, 2008:46). Ketika diperhadapkan kepada kehidupan
atau kenyataan di lapangan kurang
mampu melihat masalah,
tidak mampu mengidentikkan dengan kerangka
berfikir apalagi untuk
mencari solusinya, sehingga
ia mudah terombang ambing
bahkan dapat terbawa arus
dalam kukungan masalah. Sisi lain
bahwa kehidupan yang identik dengan masalah yang semakin komplek dapat menjadi
ajang pembelajaran, dimana dapat melatih dan mengembangkan kejelian, kepekaan
dan kemampuan untuk melihat dan menyelesaikan masalah dengan membangun kerangka
berfikir.
Bila
pembelajaran yang dimulai dengan suatu masalah, apalagi kalau masalah tersebut
bersifat kontekstual, maka dapat terjadi ketidaksetimbangan kognitif pada diri
pebelajar. Keadaan ini dapat mendorong rasa ingin tahu sehingga memunculkan
bermacam-macam pertanyaan disekitar masalah seperti “apa yang dimaksud
dengan....”,“mengapa bisa terjadi....”, “bagaimana mengetahuinya...” dan
seterusnya. Bila pertanyaan-pertanyaan tersebut telah muncul dalam diri
pebelajar maka motivasi intrinsik mereka untuk belajar akan tumbuh. Pada
kondisi tersebut diperlukan peran guru sebagai fasilitator untuk mengarahkan
pebelajar tentang “konsep apa yang diperlukan untuk memecahkan masalah”, “apa
yang harus dilakukan” atau “bagaimana melakukannya” dan seterusnya.
Dari
paparan tersebut dapat diketahi bahwa penerapan PBL dalam pembelajaran dapat
mendorong siswa atau mahasiswa mempunyai inisiatif untuk belajar secara
mandiri. Pengalaman ini sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari dimana
berkembangnya pola pikir dan pola kerja seseorang bergantung pada bagaimana dia
membelajarkan dirinya. Sehingga Problem
Based Learning sebagai suatu pendekatan yang dipandang dapat memenuhi
keperluan tersebut, oleh kerena itulah salah satu model pembelajaran yang
menawarkan dan membawa peserta didik ke wilayahnya sendiri untuk mengkonstruksi
diri dari dalam dengan
sebuah wadah belajar
dikehidupan nyata. Peserta didik
harus mengambil peran aktif dalam memilih, mengelolah informasi, mengkonstruksi
hipotesisnya, memutuskan kemudian merefleksikan pengalamannya untuk menentukan bagaimana
pengetahuan itu dapat mereka transfer ke berbagai situasi yang lain.
3.
Karakteristik Model Pembelajaran Problem Based Learning
Problem based learning dengan
pengharapan peserta didik belajar dilingkungan
kecil atau kelompok
kecil akan membantu
perkembangan masyarakat belajar.
Bekerja dalam kelompok juga membantu mengembangkan karakteristik
esensial yang dibutuhkan untuk sukses setelah siswa tamat belajar seperti dalam
berkomunikasi secara verbal, berkomunikasi secara tertulis dan keterampilan
membangun team kerja. Dari berbagai model pembelajaran yang mulai dikembangkan itu memiliki masing-masing
karakteristik. Para pengembang
pembelajaran problem based learning (Krajcik, Blumenfeld, Marx, Soloway,
Slavin Maden, Dolan, Wasik,
Cognition dan Teknology
Group at Vanderbit) telah mendeskripsikan
karakteristik sebagai berikut (Arends, 2009:42): Karakteristik sebagai berikut:
(1) Driving question or problem, (2) Interdisciplinary focus,
(3) Authentic investigation, (4)
Production of artifacts
and exhibits, and (5) Collaboration.
Tabel 1. Karakteristik Problem
Based Learning
No
|
Karakteristik
|
Deskripsi
|
1
|
Driving Question
or Problem,
(Pengajuan pertanyaan atau masalah)
|
Pembelajaran Problem
Based Learning
mengorganisasi pembelajaran dengan
diseputar pertanyaan dan
masalah yang kedua-duanya secara sosial penting
dan secara pribadi bermakna
bagi peserta didik. Pengajuan situasi
kehidupan nyata autentik untuk menghindari jawaban
sederhana, dan memungkinkan adanya berbagai macam solusi untuk situasi itu.
|
2
|
Interdisciplinary
focus
(Berfokus pada interdisipliner)
|
Meskipun Problem
Based Learning dipusatkan pada
subjek tertentu atau mata
pelajaran tertentu, akan
tetapi masalah yang
dipilihkan benar-benar nyata agar
|
3
|
Authentic investigation
(Investigasi autentik)
|
Problem based learning mengharuskan siswa untuk melakukan investigasi autentik
atau peyelidikan autentik untuk menemukan
solusi riil. Mereka harus menganalisis,
mendefinisikan masalah,
mengembangkan hipotesis dan membuat prediksi, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melaksanakan eksprimen (bila memungkinkan)
membuat inferensi dan menarik kesimpulan.
|
4
|
Production
of artifacts and exhibits
(Menghasilkan produk karya atau
memamerkan)
|
Problem based
learning menuntut siswa untuk
menghasilkan produk
tertentu dalam bentuk
karya nyata atau artefak dan peragaan
yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka
temuka. Produk tersebut dapat berupa transkrip debat, debat
bohong-bohongan, dan dapat
juga dalam bentuk
laporan, model fisik, video,
maupun program computer. Karya nyata
itu kemudian di
demonstrasikan kepada teman -temannya yang lain
tentang apa yang telah mereka pelajari dan menyediakan
suatu alternatif segar terhadap laporan tradisional atau makalah.
|
5
|
Collaboration
(Kolaborasi)
|
Problem based
learning di cirikan oleh
siswa yang bekerjasama satu sama
lain, paling sering
secara berpasangan atau
dalam kelompok - kelompok kecil. Bekerjasama memberikan motivasi untuk
keterlibatan secara berkelanjutan dalam
tugas - tugas kompleks dan
meningkatkan kesempatan untuk melakukan penyelidikan dan dialog bersama dan untuk mengembangkan
berbagai keterampilan sosial dan keterampilan berpikir.
|
Berdasarkan uraian
dari tabel di atas, dapat
ditarik kesimpulan bahwa karakteriktik model pembelajaran
berdasarkan masalah adalah
menekankan pada upaya penyelesaian
permasalahan. Peserta didik
dituntut aktif untuk mencari
informasi dari segala
sumber berkaitan dengan
permasalahan yang dihadapi. Hasil
analisis peserta didik
nantinya digunakan sebagai
solusi permasalahan dan dikomunikasikan.
4.
Sintaks Model Pembelajaran Problem Based Learning
Konsep
tentang Problem Based Learning adalah sangat jelas, tidak rumit dan mudah
untuk menangkap ide-ide
dasar yang terkait
dengan model ini. Namun bagaimanapun juga pelaksanaan model itu secara efektif
lebih sulit. Penerapan model
pembelajaran ini membutuhkan
banyak latihan dan
mengharuskan untuk mengambil
keputusan-keputusan khusus pada
saat fase perencanaan, interaksi
dan fase setelah pembelajarannya.
Menurut Arends (dalam Abbas,
2000:13), pertanyaan dan masalah yang
diajukan haruslah memenuhi kriteria
sebagai berikut.
a.
Autentik. Yaitu masalah harus lebih berakar pada
kehidupan dunia nyata siswa dari pada
berakar pada prinsip-prinsip disiplin
ilmu tertentu.
b.
Jelas. Yaitu masalah dirumuskan dengan jelas, dalam arti
tidak menimbulkan masalah baru bagi
siswa yang pada akhirnya menyulitkan
penyelesaian siswa.
c.
Mudah dipahami. Yaitu masalah yang diberikan hendaknya mudah
dipahami siswa. Selain itu masalah disusun dan dibuat sesuai dengan tingkat perkembangan siswa.
d.
Luas dan sesuai dengan tujuan pembelajaran. Yaitu
masalah yang disusun dan dirumuskan
hendaknya bersifat luas, artinya masalah tersebut mencakup seluruh materi pelajaran
yang akan diajarkan sesuai dengan waktu, ruang dan sumber yang tersedia. Selain itu, masalah yang telah
disusun tersebut harus didasarkan pada
tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
e.
Bermanfaat. Yaitu masalah yang telah disusun dan dirumuskan
haruslah bermanfaat, baik siswa sebagai pemecah masalah maupun guru sebagai
pembuat masalah. Masalah yang bermanfaat
adalah masalah yang dapat meningkatkan kemampuan berfikir memecahkan masalah
siswa, serta membangkitkan motivasi belajar siswa.
1.
Berfokus pada keterkaitan antar disiplin
Meskipun pengajaran berbasis masalah mungkin berpusat
pada mata pelajaran tertentu (IPA,
Matematika, Ilmu-ilmu Sosial), masalah yang akan diselidiki telah yang dipilih
benar-benar nyata agar dalam pemecahannya siswa meninjau masalah itu dari
banyak mata pelajaran.
2.
Penyelidikan autentik
Pengajaran berbasis masalah siswa melakukan penyelidikan
autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata. Mereka harus
menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis dan membuat
ramalan, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melakukan eksperimen
(jika diperlukan), membuat inferensi dan
merumuskan kesimpulan. Metode penyelidikan yang digunakan bergantung pada
masalah yang sedang dipelajari.
3.
Menghasilkan produk/karya dan memamerkannya
Pengajaran berbasis masalah menuntut siswa untuk
menghasilkan produk tertentu dalam
bentuk karya nyata atau artefak dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili
bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan. Produk itu dapat berupa
transkip debat, laporan, model fisik, video atau program komputer.
Pengajaran berbasis masalah dicirikan oleh siswa bekerja
sama satu sama lain (paling sering
secara berpasangan atau dalam kelompok kecil). Bekerja sama memberikan motivasi
untuk secara berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas kompleks dan memperbanyak
peluang untuk berbagi inkuiri dan dialog dan untuk mengembangkan keterampilan
sosial dan keterampilan berfikir.
Menurut Arends (2008:57), Sintaks
untuk model Problem Based Learning
(PBL) dapat disajikan pada Tabel berikut ;
Tabel 2. Sintaks Model Pembelajaran Problem Based Learning
No
|
Sintaks
|
Fase
|
Deskripsi (Peran Guru)
|
1.
|
Melaksanakan
Perencanaan
|
1.
Penetapan Tujuan
2.
Merancang Situasi Masalah
3.
Organisasi Sumber Daya dan Rencana Logistik
|
1.1 Penetapan tujuan pembelajaran khusus untuk pembelajaran Problem Based Learning merupakan salah
satu diantara tiga pertimbangan
penting perencanaan. Sebelumnya problem based learning dirancang untuk
membantu mencapai tujuan-tujuan yaitu meningkatkan keterampilan intelektual
dan investigasi, memahami peran orang dewasa, dan membantu
peserta didik untuk menjadi mandiri. Akan tetapi kemungkinan yang lebih besar adalah guru
hanya akan menekankan pada satu atau dua tujuan pembelajaran tertentu.
2.1 Problem based
learning didasarkan pada anggapan dasar
bahwa situasi bermasalah yang penuh teka teki dan masalah yang tidak
terdefinisikan secara ketat akan
merangsang rasa ingin
tahu peserta didik hingga
membuat mereka tertarik untuk menyelidiki.
3.1 Problem based learning mendorong peserta didik untuk bekerja dengan berbagai bahan danalat, beberapa di antaranya
dilakukan di dalam kelas, yang lainnya di perpustakaan atau
laboratorium komputer,
sementara yang lainnya
berada di luar
sekolah. Untuk pekerjaan yang berada di luar sekolah mendatangkan masalah
khusus bagi guru. Oleh karena
itu tugas mengorganisasikan sumber daya dan merencanakan kebutuhan untuk penyelidikan peserta
didik, haruslah menjadi tugas
perencanaan yang utama bagi guru.
|
2
|
Melaksanakan
Pembelajaran
|
1.
Memberikan orientasi pada siswa
2.
Mengorganisasi siswa untuk belajar
3.
Membimbing Penyelidikan individu maupun kelompok
4.
Menegmbangkan dan menyajikan hasil karya
5.
Mengembangkan dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
|
1.1 Guru menjelaskan tujuan pembelajaran,menjelaskan
logistik yang dibutuhkan,
memotivasi siswa terlibat
pada aktivasi pemecahan
masalah yang dipilihnya.
2.1 Guru membantu peserta didik mendefinisikanda mengorganisasikan tugas
belajar yang berhubungan dengan masalah
tersebut.
3.1 Guru mendorong peserta didik untuk mengumpulkan infomasi
yang sesuai melaksanakan eksprimen, untuk mendapatkan penjelasan dan
pemecahan masalah.
4.1
Guru
membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti
laporan, video, dan model dan membantu mereka untuk berbagi tugas dengan
temannya.
5.1 Guru membantu peserta
didik untuk melakukan refleksi
atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka
dan proses-proses yang mereka
gunakan.
|
4.1
Keunggulan dan
Kelemahan Project Based Learning
Keunggulan dan strategi pembelajaran berdasarkan masalah menurut Sanjaya (2006:220), adalah sebagai berikut:
a.
Keunggulan
1.
Pemecahan masalah
merupakan teknik yang bagus untuk memahami isi pembelajaran.
2.
Pemecahan masalah dapat
merangsang kemampuan peserta didik untuk menemukan pengetahuan baru bagi mereka.
3.
Pemecahan masalah dapat
meningkatkan aktivitas belajar peserta didik.
4.
Pemecahan masalah dapat
membantu peserta didik untuk menerapkan pengetahuan mereka dalam
kehidupan sehari-hari.
5.
Pemecahan masalah dapat
membantu peserta didik mengembangkan pengetahuannya serta dapat
digunakan sebagai evaluasi diri terhadap hasil maupun proses belajar.
6.
Pemecahan masalah dapat
membantu peserta didik untuk berlatih berfikir dalam menghadapi sesuatu.
7.
Pemecahan masalah
dianggap menyenangkan dan lebih digemari peserta didik.
8.
Pemecahan masalah
mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan kemampuan menyesuaikan dengan
pengetahuan baru.
9.
Pemecahan masalah
memberi kesempatan peserta didik
untuk mengaplikasikan pengetauan mereka dalam kehidupan nyata.
10. Pemecahan masalah mengembangkan minat belajar peserta didik.
b.
Kekurangan
1.
Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak
mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan,
maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba.
2.
Keberhasilan model pembelajaran PBL ini membutuhkan cukup waktu untuk persiapan
dan pelaksanaannya.
3.
Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk
memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa
yang mereka ingin pelajari.
5.
Landasan Model Pembelajaran Problem Based Learning
5.1
Landasan Pedagogis (Teori
Belajar)
a.
Teori Belajar Konstruktivisme
(Schmidt, 1993;
Savery dan Duffy,1995; Hendry dan Murphy, 1995) dengan ciri: (1) Pemahaman
diperoleh dari interaksi dengan skenario permasalahan dan lingkungan belajar. (2)Pergulatan dengan
masalah dan proses inquiry masalah menciptakan disonansi kognitif yang
menstimulasi belajar. (3) Pengetahuan terjadi melalui preses kolaborasi
negosiasi sosial dan evaluasi terhadap keberadaan sebuah sudut pandang.
b.
Teori Belajar Bermakna dari David Ausubel
Ausubel (Suparno,
1997) membedakan antara belajar bermakna (meaningfull
learning) dengan belajar menghafa1 (rote learning). Belajar bermakna merupakan proses belajar di
mana informasi baru dihubungkan dengan
struktur pengertian yang sudah dimiliki seseorang yang sedang belajar. Belajar menghafal, diperlukan bila seseorang memperoleh informasi baru
dalam pengetahuan yang sama sekali tidak berhubungan dengan yang telah
diketahuinya.
c.
Teori Belajar Vigotsky
Perkembangan intelektual terjadi pada saat individu
berhadapan dengan pengalaman baru dan menantang serta ketika mereka berusaha
untuk memecahkan masalah yang dimunculkan. Dalam upaya mendapatkan pemahaman,
individu berusaha mengaitkan pengetahuan baru dengan pengetahuan awal yang
telah dimilikinya kemudian kemudian membangun pengertian baru Ibrahim dan Nur (2000:
19) Vigotsky meyakini bahwa interaksi sosial dengan teman lain memacu
terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual siswa. Kaitannya dengan Model Pembelajaran
Berbasis Masalah (Problem Based Learning)
dalam hal mengaitkan informasi baru dengan struktur kognitif yang telah
dimiliki oleh siswa melalui kegiatan belajar dalam interkasi sosial dengan
teman lain.
d.
Teori Belajar Jerome S. Bruner
Metode penemuan
merupakan metode di mana siswa menemukan kembali, bukan menemukan yang sama
sekali benar- benar baru. Bruner juga
menggunakan konsep Scaffolding dan inreraksi sosial di kelas maupun di luar
kelas. Scaffolding adalah suatu proses untuk membantu siswa rnenuntaskan masalah
tertentu melampaui kapasitas perkembangannya melalui bantuan guru, teman atau
orang lain yang memiliki kemampuan lebih.
e.
Teori Belajar Piaget
Piaget menegaskan bahwa anak memiliki rasa ingin tahu bawaan
dan secara terus menerus berusaha ingin memahami dunia di sekitarnya. Rasa
ingin tahu ini, menurut Piaget dapat memotivasi mereka untuk secara aktif
membangun tampilan dalam otak mereka mengenai lingkungan yang mereka hayati.
Pada saat mereka tumbuh semakin dewasa dan memperoleh lebih banyak kemampuan
bahasa dan memori, tampilan mental mereka tentang dunia menjadi lebih luas dan
lebih abstrak. Sementara itu, pada semua tahap perkembangan, anak perlu
memahami lingkungan mereka dan memotivasinya untuk menyelidiki dan membangun
teori-teori yang menjelaskan lingkungan itu.
f.
Teori Belajar Sosial Albert Bandura
Model Pembelajaran
Berbasis Masalah juga berlandaskan pada social learning theory Albert Bandura,
yang fokus pada pembelajaran dalam konteks sosial (social context). Teori ini
menyatakan bahwa seorang belajar dari orang lain, termasuk konsep dari belajar
observasional, imination dan modeling.
5.2 Landasan
Filosofi Problem Based Learning
Menurut Savery & Duffy (1996)
landasan filosofis model belajar berbasis masalah adalah konstruktivisme.
Sementara Riesbeck (1996) menyatakan bahwa modelcase-based reasoning (yang merupakan akar dari model belajar
berbasis kasus-pen)memberi daging pada kerangka pikir konstruktivis yang
menyatakan bahwa fakta-faktadan konsep konsep bukanlah satu sistem kesatuan,
melainkan terdistribusi di seluruh memori. Sedang Nelson (1999) memang tidak
secara eksplisit menyebut paradigma dibalik model pemecahan masalah kolaboratif
yang diajukannya, namun karena model ini
sebenarnya merupakan perpaduan dari pembelajaran kooperatif dengan pembelajaran
berbasis masalah maka tak terlalu keliru kiranya jika disimpulkan bahwa model
inipun mempunyai akar filsafati pada konstruktivisme.
Memang konstruktivisme itu sendiri
bukanlah sesuatu yang tunggal melainkan jamak, dalam arti terdiri dari beberapa
aliran. Dalam catatan Prawat (1999) ada enam aliran konstruktivisme yaitu (1)
konstruktivisme radikal (konstruktivisme berbasis skemata), (2) konstruktivisme
berbasis teori pemrosesan informasi, (3) konstruktivisme sosio-kultural, (4)
konstruktivisme interaksionalis simbolik, (5) konstruksionisme sosial
(konstruktivisme sosio-psikologikal), dan (6) konstruktivisme sosial berbasis
ide (aliran Dewey). Dua aliran yang disebut terdahulu, menurut Prawat,
termasuk kategori konstruktivisme modern sedang empat aliran sisanya termasuk
konstruktivisme pos-modern.
Perbedaan antara konstruktivisme modern dan pos-modern itu
sendiri terletak pada perbedaan pandangan masing-masing tentang (a) „pemilik‟
pengetahuan, (b) masalah dualisme pikiran dan dunia, (c) serta proses pembentukan pengetahuan. Konstruktivisme
modern berpendapat bahwa (a) pengetahuan
itu milik individu, (b) pengetahuan akan dengan sendirinya memecahkan masalah
dualisme “pikiran-dunia”, dan (c) pengetahuan adalah hasil sistem penarikan
kesimpulan yang sederhana. Sebaliknya konstruktivisme pos-modern
berpendapat (a) pengetahuan merupakan kekayaan kolektivitas yang
terorganisir, (b) masalah dualisme “pikiran-dunia” tidak dengan sendirinya
dipecahkan oleh pengetahuan, dan (c) pengetahuan adalah hasil konstruksi
sosial.
Bagaimanapun juga dari keragaman aliran konstruktivisme itu
Savery & Duffy (1996) telah menarik benang merah yang merupakan inti dari filsafat konstruktivisme yaitu:
1.
Pemahaman seseorang itu merupakan hasil interaksi antara
dirinya dengan lingkungan; pemahaman seseorang itu merupakan fungsi dari isi bahan pelajaran, konteks pembelajaran,
kegiatan siswa, dan yang paling penting tujuan siswa.
2.
Konflik kognitif atau teka-teki adalah stimulus bagi kegiatan
belajar dan akan menentukan organisasi serta sifat dari apa yang dipelajari.
3.
Pengetahuan terbangun melalui negosiasi sosial dan melalui
penilaian atas viabilitas pengetahuan atau kemampuan bertahan lama dan
berkembangnya di masa depan pemahaman-pemahaman seseorang.
SUMBER REFERENSI
Arends, Richard.
(2008). Learning to Teach. Penerjemah: Helly Prajitno & Sri Mulyani.
New York: McGraw Hill Company.
Barret, Terry
(2005). Understanding Problem Based Learning. [online]. Tersedia
:08 April 2015
Hosnan, M. 2013. Pendekatan Saintifik dan Kontekstual
dalam Pembelajaran Abad 21. Bogor. Ghalia Indonesia
Ismail, (2002), Pembelajaran Berbasis Masalah,Dikti
Depdiknas- JICA IMSTEP,Jakata
Ibrahim, M dan Nur,
M (2000),
Pengajaran Berbasis Masalah, Unesa University
Press, Surabaya.
Hariprasetya A &
Kuswadi HM. 2012. Landasan-Landasan
Pendidikan (Problem Based Learning), Malang, Pascasarana Universitas Negeri
Malang
Mukhadis, A. 2006. Problem Based Learning dalam Pelaksanaan Kurikulum Berbasis
Kompetensi. Makalah
disajikan dalam Workshop on teaching Grant-TPSDP LP3Unibraw.(Online http://faizinsulistio.blogspot.com/2008/08/ problem-based-learning-dan-alternatif.html),
diakses 8 April 2015.
Meliyani, 2013. PENERAPAN
MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN
PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA SMK. Skrpsi (Online;Http://digilib.unimed.ac.id/public/UNIMEDUndergraduate-25871-1.%20NIM.%20408311032%20COVER.pdfdiakses pada tanggal 08 April 2015)
Noviani, 2012. Makalah
Problem Based Learning (Online ; Http;noviansangpendiam.blogspot.com)
di akses pada tangga 15 April
Nelson, ,L.M. 1999. Collaborative Problem Solving. Dalam Reigeluth. C.M. (ed) Instructional Design Theories and Models Volume II. A
new paradigm of Instructional Theory; New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates,
Publishers.
Prawat R.S. 1996. Constructivism
Modern and Postmodern; Educational Psychologist, Vol. 31 No ¾ Summer &
Fall 215 –226.
Savery, J.R. & T.M. Duffy. 1996. Problem Based Learning: An Instructional Model and Its Constructivist
Framework. Dalam Brent G. Wilson (ed) Constructivist Learning Environment;
New Jersey: Educational Technology Publications.
Toib Ibnu, 2011, PengaruhModel Pembelajaran Problem Based
Learning dan Ekspositori Terhadap Prestasi Belajar PendidikanKewarganegaraan
Ditinjau Dari Motivasi Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika STKIP PGRI
LUMAJANG, Jurnal JP3 (Online) Volume1(2); 9-17. diakses pada tanggal 10 April 2015
Trianto (2012). Mendesain
Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Trianto. (2010). Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta:
Bumi Aksara.
Wina Sanjaya; Strategi Pembelajaran, Berorientasi Standar Proses
Pendidikan, Media
Group, Jakarta , 2006
Yatim Rianto, 2010, Paradigma Baru pembelajaran, Jakarta, Kencana Prenada Media Group.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar