Jumat, 17 April 2015

KURIKULUM



SISTEM PENDIDIKAN
(KURIKULUM)
Tranformasi global pada era abad XXI dalam dunia pendidikan, sangat memberikan dampak yang signifikan atas sistem pendidikan. Di mana kita ketahui, Pendidikan nasional yang berdasarkan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, dan bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dengan itu, untuk mengembang salah satu fungsi tersebut, pemerintah menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 pasal 1 butir 19, tentang Kurikulum Sistem Pendidikan Nasional. Di mana Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Kurikulum merupakan unsur penting dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah karena kurikulum merupakan rancangan formal dan tertulis bagi pelaksanaan pendidikan di sekolah, sehingga pendidikan dapat berjalan secara terencana, sistematis, dan teratur. Kurikulum merupakan bagian penting dalam pendidikan sebab kurikulum berkaitan dengan penentuan arah, isi, dan proses pembelajaran yang pada akhirnya akan menentukan kualifikasi suatu lembaga pendidikan. Menurut Mulyasa (2006:9), Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan merupakan upaya untuk menyempurnakan kurikulum agar lebih familiar dengan guru karena mereka banyak dilibatkan, diharapkan mereka memiliki tanggungjawab yang memadai. Penyempurnaan kurikulum yang berkelanjutan merupakan keharusan agar sistem pendidikan nasional selalu relevan dan kompetitif.
Kurikulum merupakan acuan pembelajaran dan pelatihan dalam pendidikan dan atau pelatihan. Menurut Sukmadinata (2004:4) “Kurikulum mempunyai kedudukan sentral dan strategis dalam seluruh proses pendidikan”. Kurikulum mengarahkan segala bentuk aktivitas pendidikan untuk tercapainyan tujuan pendidikan. Kurikulum adalah elemen kunci dalam proses pendidikan; cakupannya sangat luas, dan menyentuh hampir semua orang yang terlibat dengan proses belajar-mengajar. Pendidikan Nasional kita telah beberapa kali mengalami pembaharuan kurikulum, Jika ditinjau dari segi sejarah kurikulum Indonesia yang dimulai tahun 1945 sangat banyak sekali perubahan (Tilaar : 1999) tahun 1947 kurikulum rencana pelajaran dirinci dalam Rencana Pelajaran Terurai, 1964 Rencana Pendidikan Sekolah Dasar, 1968 Kurikulum Sekolah Dasar, 1973 kurikulum Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP), 1975 Kurikulum Sekolah Dasar, 1984 Kurikulum 1984,1994 Kurikulum 1994, 1997 revisi Kurikulum 1994, 2004 rintisan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), 2006 Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan saat ini akan diperbaharui menjadi kurikulum 2013. (Jurnal JUPIIS,  Kurikulum 2013 yang berkarakter, Volume 5 Nomor 2, Desember 2013).
Hal ini menunjukkan bahwa kurikulum sebelumnya masih belum cukup bagus dalam bersinergis dengan kondisi serta belum mampu memenuhi kebutuhan  pada era abad XXI  di antaranya berkaitan dengan masalah relevansi, atau kesesuaian antara pendidikan dengan kebutuhan masyarakat dan pembangunan. Menurut Nasution (dalam Fajar Siddiq 2013:2), perubahan kurikulum mengenai tujuan maupun alat-alat atau cara-cara untuk mencapai tujuan itu. Pada dasarnya mengubah kurikulum sama halnya mengubah manusia yang terlibat sebagai peragaan kurikulum. Oleh sebabnya perubahan kurikulum dianggap sebagai perubahan social (social change). Menurut Surtati mengemukakan secara umum problematika kurikulum di indonesia, menyatakan bahwa; (1) Kurikulum sangat kompeleks, Jika dibandingkan dengan kurikulum di negara maju, kurikulum yang diterapkan di indonesia terlalu kompleks. Hal ini akan berakibat bagi guru dan siswa. Siswa akan terbebani dengan segudang materi yang harus dikuasainya. Siswa harus berusaha keras untuk memahami dan mengejar materi yang telah ditargetkan. Hal ini akan mengakibatkan siswa tidak akan memahami seluruh materi yang diajarkan, siwa akan lebih memilih untuk mempelajari materi yang ada dan hanya bisa memahami secara sepintas tentang materi tersebut. Jadi, dampaknya pengetahuan siswa akan terbatas sehingga potensi dan daya saing siswa akan berkurang. Begitupun kepaga guru, tugas semakin menumpuk dan kurang maksimal dalam memberikan pembelajaran. Guru akan terbebani dengan pencapaian target materi yang terlalu banyak,sekalipun masih banyak siswa yang mengalami kesulitan, guru harus  tetap melanjutkan materi. Hal ini tidak sesuai dengan peran guru; (2) Sering berganti nama, Kurikulum  di Indonesia sering sekali mengalami perubahan. Namun, perubahan tersebut hanyalah sebatas perubahan nama semata, tanpa mengubah konsep kurikulum, tentulah tidak akan ada dampak positif dari perubahan kurikulum indonesia; (3) Kurangnya sarana dan prasarana, berjalannya suatu kurikulum akan sangat bergantung pada sarana dan prasarana pendidikan yang dimiliki. Sementara, apabila kita terjun langsung ke lapangan, maka akan kita temukan masih banyak sekolah yang masih belum memiliki sarana dan prasarana yang lengkap. Sarana dan prasarana tersebut, seperti laboratorium, perpustakaan, komputer dan lain-lain.; (4) Kurangnya pemerataan Pendidikan, Meninjau mengenai sarana dan prasarana, hal ini berkatan dengan kurangnya pemerataan yang dilakukan Mendiknas. Selain itu, pemerataan pendidikan juga ditinjau dari segi Satuan Tingkat Pendidikannya. Hal ini berkaitan dengan materi yang diajarkan pada tingkat satuan pendidikan tertentu. Pada tingkat Sekolah Dasar, siswa diajarkan seluruh konsep dasar seperti membaca, menulis, menghitung dan mengggambar, pada tingkat ini siswa cenderung hanya diajarkan saja , dan tidak bermakna dan pelajaran yang diajukan cenderung hanya berkonsep pada tujuan agar anak mampu mengerjakan soal bukan konsep agar siswa mampu memahami soal. ; (5) Kurangnya Partisipasi Siswa, siswa kurang mampu dalam mengeluarkan potensi dan bakatnya, hal ini karena siswa cenderung pada ketakutan akan guru kerean pengenalan dan penagajaran sepintas materi tanpa berusaha mengembangkan materi (pasif). Siswa hanya terpaku pada materi yang diajarkan oleh guru tanpa adanya rasa ingin tahu berusaha untuk mengembangkan potensinya.(http://ceritabersama­tati.blogspot.com/2012/12/problema­masalah­masalah­kurikulum­dan.html)
Sama halnya yang diuraikan Sudjimat (2014 ; 24-25) pada dunia kejuruan, sebagaimana kurikulum pendidikan kejuruan (SMK) memiliki karakteristik yang berbeda dengan pendidikan lainnya. Pengembangan kurikulum 2013 pada semua jenjang dan jenis pendidikan dasar dan menengah di indonesia bersasarkan pada hasil evaluasi kurikulum sebelumnya (KTSP) yang menunjukan berbagai permasalahan sebagai berikut ; (1) konten kurikulum masih terlalu padat yang ditunjukkan dengan banyaknya mata pelajaran dan banyak materi keluasan dan tingkat kesukarannya melampaui perkembangan usia anak; (2) kurikulum sepenuhnya berbasis kompetensi sesuai dengan tuntutan fungsi dan tujuan pendidikan nasional; (3) kompetensi belum menggambatkan secara holistik domain sikap, keterampilan dan pengetahuan; (4) beberapa kompetensi yang dibutuhkan sesuai dengan perkembangan kebutuhan (misalnya pendidikan karakter, metodologi pemebalajaran aktif, keseimbangan soft skill dan hard skill, kewirausahaan ) belum terakomodasi di dalam kurikulum; (5) kurikulum belum peka dan tanggap terhadap perubahan sosial yang terjadi pada tingkat lokal, nasional maupun global; (6) standar proses pembelajaran belum menggambarkan urutan pembelajaran yang rinci dan berujung pada pembelajaran yang berpusat pada pendidikan; (7) standar penilaian belum mengarahkan pada penilaian berbasis kompetensi (proses dan hasil) ; (8) dengan KTSP memerlukan dokumen kurikulum yang lebih rinci agar tidak menimbulkan multitafsir (Kemendikbud 2012).
Berpijak dari uraian di atas, Sistem Pendidikan Nasional senantiasa harus dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan yang terjadi baik tingkat lokal, nasional maupun global. Dari perubahan yang dilakukan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan hanya perubahan konseptual saja, namun secara praktis kebiasaan lama masih terwujud dalam kurikulum baru sehingga pelaksanaan kurikulum baru belum berjalan baik sepenuhnya. Munculnya kurikulum 2013 yang dilandasi kemajuan teknologi dan informasi maka masyarakat menganggap pendidikan Indonesia terlalu memfokuskan atau menitikberatkan aspek kognitif. Artinya siswa terlalu dibebani banyak tugas mata pelajaran sehingga tidak membentik siswa untuk memiliki pendidikan karakter, sehingga inilah yang menyebabkan munculnya kurikulum 2013. Jika kita amati kurikulum 2013 memiliki banyak kekurangan, perubahan kurikulum 2006 KTSP juga belum kontektual sehingga muncul paradoks antara masyarakat dengan dunia pendidikan, atau secara realitias sosialisasi kurikulum sebelumnya membuat sebagian praktisi belum mencapai hasil yang diharapkan atau maksimal namun kurikulum baru telah telah terbentuk. Maka kadangkala pemangku pendidikan hanya sibuk mengatur dokumen tertulis dan tidak mewujudkan aspek terpenting bagi guru dan siswa sehingga terjadi kerancauan penggunaan kurikulum terutama bagi siswa. Maka dari itu untuk menerapkan kurikulum baru perlu adanya sinergi antara pemerintah, pihak pendidikan, guru, dan siswa. Misalnya, peran guru sebagai ujung tombak dalam implementasi kurikulum 2013 dituntut menjadi guru yang mampu meramu kurikulum 2013 secara tepat yaitu proses penilaian dan kompetensi lulusan agar mampu meningkatkan kompetensi siswa untuk menghasilkan lulusan mampu menghadapi tantangan global. Guru harus menyadari bahwa pendidikan sangat penting untuk menjawab tantangan global, dan siswa harus bertanggungjawab dalam menuntut ilmu untuk membentuk pendidikan karakter yang menjadi tujuan kurikulum 2013.
Disamping kurikulum 2013 membentuk siswa melakukan pengamatan atau observasi, bertanya dan bernalar terhadap ilmu yang diajarkan. Siswa diberi mata pelajaran berdasarkan tema yang terintegrasi agar memiliki pengetahuan untuk tentang lingkungan dan kehidupan serta memiliki pondasi pribadi tangguh dalam kehidupan sosial untuk mengembangkan kreativitas lebih baik.Dalam arti kurikulum harus disesuaikan dengan tujuan pendidikan nasional sesuai dengan keadaan zaman atau kurikulum tidak boleh bias dengan fenomena dimasyarakat. Untuk itu pemerintah seharusnya membuat timelate kurikulum agar pelaksanaa kurikulum tertata secara baik dalam perubahannya.

SUMBER RUJUKAN
Http://lidyapuspasaripknr08.blogspot.com/2010/05/resume-uu-sisdiknapendidikan Html. Online, 03 April 2015 Pkl. 20.00
Marlina Eva Murni, 2013.,  Kurikulum 2013 yang Berkarakter, Jurnal JUPIIS,  Volume 5 (2): 27-38
E,Mulyasa, 2006 Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteristik, dan Implementasi, Remaja Rosda Karya, Bandung,.
Nasution, S, 2008, Kurikulum dan Pengajaran, Jakarta, Bumi Aksara
Reksoatmodjo N.T. 2010. Pengembangan Kurikulum Pendidikan, Bandung, PT. Refika Aditama.
Sutrisno, 2004, Problematika Penerapan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam Di Sekolah, Jurnal Pendidikan Agama Islam, Volume 1 (1): 69-80.
Sudjimat D.A 2014. Perencanaan Pembelajaran Kejuruan. Malang. Universitas Negeri Malang (UM Press)
Tilaar, 1999, Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani Indonesia, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar