SISTEM PENDIDIKAN
(KURIKULUM)
Tranformasi global pada era abad XXI dalam dunia pendidikan, sangat memberikan dampak yang signifikan
atas sistem pendidikan. Di mana kita ketahui, Pendidikan nasional yang berdasarkan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun
1945 berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, dan bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis
serta bertanggung jawab. Dengan itu, untuk mengembang salah satu fungsi tersebut, pemerintah menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang No. 20 Tahun
2003 pasal 1 butir 19, tentang Kurikulum
Sistem Pendidikan Nasional. Di mana “Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu”.
Kurikulum merupakan unsur penting dalam pelaksanaan
pendidikan di sekolah karena kurikulum merupakan rancangan formal dan tertulis
bagi pelaksanaan pendidikan di sekolah, sehingga pendidikan dapat berjalan
secara terencana, sistematis, dan teratur. Kurikulum merupakan bagian penting
dalam pendidikan sebab kurikulum berkaitan dengan penentuan arah, isi, dan
proses pembelajaran yang pada akhirnya akan menentukan kualifikasi suatu
lembaga pendidikan. Menurut Mulyasa (2006:9), Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan merupakan upaya untuk menyempurnakan kurikulum agar lebih familiar
dengan guru karena mereka banyak dilibatkan, diharapkan mereka memiliki
tanggungjawab yang memadai. Penyempurnaan kurikulum yang berkelanjutan
merupakan keharusan agar sistem pendidikan nasional selalu relevan dan
kompetitif.
Kurikulum merupakan acuan pembelajaran dan pelatihan dalam
pendidikan dan atau pelatihan. Menurut Sukmadinata (2004:4) “Kurikulum mempunyai
kedudukan sentral dan strategis dalam seluruh proses pendidikan”. Kurikulum
mengarahkan segala bentuk aktivitas pendidikan untuk tercapainyan tujuan
pendidikan. Kurikulum adalah elemen kunci dalam proses pendidikan; cakupannya sangat
luas, dan menyentuh hampir semua orang yang terlibat dengan proses
belajar-mengajar. Pendidikan Nasional kita telah beberapa kali mengalami
pembaharuan kurikulum, Jika ditinjau dari segi sejarah kurikulum Indonesia yang
dimulai tahun 1945 sangat banyak sekali perubahan (Tilaar : 1999) tahun 1947
kurikulum rencana pelajaran dirinci dalam Rencana Pelajaran Terurai, 1964 Rencana
Pendidikan Sekolah Dasar, 1968 Kurikulum Sekolah Dasar, 1973 kurikulum Proyek
Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP), 1975 Kurikulum Sekolah Dasar, 1984
Kurikulum 1984,1994 Kurikulum 1994, 1997 revisi Kurikulum 1994, 2004 rintisan Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK), 2006 Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan
saat ini akan diperbaharui menjadi kurikulum 2013. (Jurnal JUPIIS, Kurikulum 2013
yang berkarakter, Volume 5 Nomor 2, Desember 2013).
Hal ini menunjukkan bahwa kurikulum sebelumnya masih belum
cukup bagus dalam bersinergis dengan kondisi serta belum mampu memenuhi
kebutuhan pada era abad XXI di antaranya berkaitan dengan masalah
relevansi, atau kesesuaian antara pendidikan dengan kebutuhan masyarakat dan
pembangunan. Menurut Nasution (dalam Fajar Siddiq 2013:2), perubahan kurikulum
mengenai tujuan maupun alat-alat atau cara-cara untuk mencapai tujuan itu. Pada
dasarnya mengubah kurikulum sama halnya mengubah manusia yang terlibat sebagai
peragaan kurikulum. Oleh sebabnya perubahan kurikulum dianggap sebagai
perubahan social (social change). Menurut Surtati mengemukakan secara umum
problematika kurikulum di indonesia, menyatakan bahwa; (1) Kurikulum sangat kompeleks, Jika dibandingkan dengan kurikulum di
negara maju, kurikulum yang diterapkan di indonesia terlalu kompleks. Hal ini
akan berakibat bagi guru dan siswa. Siswa akan terbebani dengan
segudang materi yang harus dikuasainya. Siswa harus berusaha keras
untuk memahami dan mengejar materi yang telah ditargetkan. Hal ini akan
mengakibatkan siswa tidak akan memahami seluruh materi yang diajarkan, siwa
akan lebih memilih untuk mempelajari materi yang ada dan hanya bisa memahami
secara sepintas tentang materi tersebut. Jadi, dampaknya pengetahuan siswa akan
terbatas sehingga potensi dan daya saing siswa akan berkurang. Begitupun kepaga
guru, tugas semakin menumpuk dan kurang maksimal dalam memberikan pembelajaran. Guru akan terbebani dengan pencapaian
target materi yang terlalu banyak,sekalipun masih banyak
siswa yang mengalami kesulitan, guru harus
tetap melanjutkan materi. Hal ini tidak sesuai dengan peran guru;
(2) Sering berganti nama,
Kurikulum di Indonesia sering sekali mengalami perubahan. Namun, perubahan
tersebut hanyalah sebatas perubahan nama semata, tanpa mengubah konsep kurikulum, tentulah
tidak akan ada dampak positif dari perubahan kurikulum indonesia; (3) Kurangnya sarana dan prasarana, berjalannya suatu kurikulum akan
sangat bergantung pada sarana dan prasarana pendidikan yang dimiliki. Sementara, apabila kita terjun langsung ke lapangan, maka
akan kita temukan masih banyak sekolah yang masih belum memiliki sarana dan
prasarana yang lengkap. Sarana dan prasarana tersebut, seperti laboratorium,
perpustakaan, komputer dan lain-lain.; (4) Kurangnya pemerataan Pendidikan,
Meninjau mengenai sarana dan prasarana, hal ini berkatan dengan kurangnya
pemerataan yang dilakukan Mendiknas. Selain itu, pemerataan pendidikan
juga ditinjau dari segi Satuan Tingkat Pendidikannya. Hal ini berkaitan dengan materi yang diajarkan pada tingkat
satuan pendidikan tertentu. Pada tingkat Sekolah Dasar, siswa diajarkan seluruh konsep
dasar seperti membaca, menulis, menghitung dan
mengggambar, pada tingkat ini siswa cenderung hanya diajarkan saja , dan tidak
bermakna dan
pelajaran yang diajukan cenderung hanya berkonsep pada tujuan agar anak mampu
mengerjakan soal bukan konsep agar siswa mampu memahami soal. ;
(5) Kurangnya
Partisipasi Siswa, siswa kurang mampu
dalam mengeluarkan potensi dan bakatnya, hal ini karena siswa cenderung pada
ketakutan akan guru kerean pengenalan dan penagajaran sepintas materi tanpa
berusaha mengembangkan materi (pasif). Siswa hanya terpaku pada materi yang
diajarkan oleh guru tanpa adanya rasa ingin tahu berusaha untuk mengembangkan
potensinya.(http://ceritabersamatati.blogspot.com/2012/12/problemamasalahmasalahkurikulumdan.html)
Sama halnya yang diuraikan Sudjimat (2014 ; 24-25) pada dunia
kejuruan, sebagaimana kurikulum pendidikan kejuruan (SMK) memiliki
karakteristik yang berbeda dengan pendidikan lainnya. Pengembangan kurikulum
2013 pada semua jenjang dan jenis pendidikan dasar dan menengah di indonesia
bersasarkan pada hasil evaluasi kurikulum sebelumnya (KTSP) yang menunjukan
berbagai permasalahan sebagai berikut ; (1) konten kurikulum masih terlalu
padat yang ditunjukkan dengan banyaknya mata pelajaran dan banyak materi keluasan
dan tingkat kesukarannya melampaui perkembangan usia anak; (2) kurikulum
sepenuhnya berbasis kompetensi sesuai dengan tuntutan fungsi dan tujuan
pendidikan nasional; (3) kompetensi belum menggambatkan secara holistik domain
sikap, keterampilan dan pengetahuan; (4) beberapa kompetensi yang dibutuhkan
sesuai dengan perkembangan kebutuhan (misalnya pendidikan karakter, metodologi
pemebalajaran aktif, keseimbangan soft
skill dan hard skill, kewirausahaan
) belum terakomodasi di dalam kurikulum; (5) kurikulum belum peka dan tanggap
terhadap perubahan sosial yang terjadi pada tingkat lokal, nasional maupun
global; (6) standar proses pembelajaran belum menggambarkan urutan pembelajaran
yang rinci dan berujung pada pembelajaran yang berpusat pada pendidikan; (7)
standar penilaian belum mengarahkan pada penilaian berbasis kompetensi (proses
dan hasil) ; (8) dengan KTSP memerlukan dokumen kurikulum yang lebih rinci agar
tidak menimbulkan multitafsir (Kemendikbud 2012).
Berpijak dari uraian di atas, Sistem Pendidikan Nasional
senantiasa harus dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan yang
terjadi baik tingkat lokal, nasional maupun
global. Dari perubahan yang dilakukan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan hanya perubahan konseptual
saja, namun secara praktis kebiasaan lama masih terwujud
dalam kurikulum baru sehingga pelaksanaan kurikulum baru
belum berjalan baik sepenuhnya. Munculnya kurikulum 2013
yang dilandasi kemajuan teknologi dan informasi maka masyarakat
menganggap pendidikan Indonesia terlalu memfokuskan atau menitikberatkan
aspek kognitif. Artinya siswa terlalu dibebani banyak
tugas mata pelajaran sehingga tidak membentik siswa untuk
memiliki pendidikan karakter, sehingga inilah yang
menyebabkan munculnya kurikulum 2013. Jika kita amati
kurikulum 2013 memiliki banyak kekurangan, perubahan kurikulum 2006
KTSP juga belum kontektual sehingga muncul paradoks
antara masyarakat dengan dunia pendidikan, atau secara realitias
sosialisasi kurikulum sebelumnya membuat sebagian praktisi belum mencapai hasil
yang diharapkan atau maksimal namun kurikulum baru telah telah terbentuk. Maka
kadangkala pemangku pendidikan hanya sibuk mengatur dokumen tertulis dan tidak
mewujudkan aspek terpenting bagi guru dan siswa sehingga terjadi kerancauan penggunaan
kurikulum terutama bagi siswa. Maka dari itu untuk menerapkan kurikulum baru
perlu adanya sinergi antara pemerintah, pihak pendidikan, guru, dan siswa.
Misalnya, peran guru sebagai ujung tombak dalam implementasi kurikulum 2013
dituntut menjadi guru yang mampu meramu kurikulum 2013 secara tepat yaitu proses
penilaian dan kompetensi lulusan agar mampu meningkatkan kompetensi siswa untuk
menghasilkan lulusan mampu menghadapi tantangan global. Guru harus menyadari
bahwa pendidikan sangat penting untuk menjawab tantangan global, dan siswa
harus bertanggungjawab dalam menuntut ilmu untuk membentuk pendidikan karakter
yang menjadi tujuan kurikulum 2013.
Disamping kurikulum 2013 membentuk siswa melakukan pengamatan
atau observasi, bertanya dan bernalar terhadap ilmu yang diajarkan. Siswa
diberi mata pelajaran berdasarkan tema yang terintegrasi agar memiliki
pengetahuan untuk tentang lingkungan dan kehidupan serta memiliki pondasi pribadi
tangguh dalam kehidupan sosial untuk mengembangkan kreativitas lebih baik.Dalam
arti kurikulum harus disesuaikan dengan tujuan pendidikan nasional sesuai
dengan keadaan zaman atau kurikulum tidak boleh bias dengan fenomena
dimasyarakat. Untuk itu pemerintah seharusnya membuat timelate kurikulum agar
pelaksanaa kurikulum tertata secara baik dalam perubahannya.
SUMBER RUJUKAN
Http://lidyapuspasaripknr08.blogspot.com/2010/05/resume-uu-sisdiknapendidikan Html. Online, 03 April 2015 Pkl. 20.00
Http://pelangi-iffah.blogspot.com/2011/04/sistem-pendidikan-nasional.html. Online, 02 April 2015 Pkl. 22.00
Http://ceritabersamatati.blogspot.com/2012/12/problemamasalahmasalahkurikulumdan.html. Online, 01 April 2015 Pkl. 23.30
Http://repository.upi.edu/968/2/s_e0551_990350_chapter1.pdf. Online , 28 Maret Pkl. 19.30
Marlina Eva Murni,
2013., Kurikulum 2013 yang Berkarakter, Jurnal JUPIIS, Volume 5 (2): 27-38
E,Mulyasa, 2006 Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep,
Karakteristik, dan Implementasi, Remaja Rosda Karya, Bandung,.
Nasution, S, 2008,
Kurikulum dan Pengajaran, Jakarta, Bumi Aksara
Reksoatmodjo N.T. 2010.
Pengembangan Kurikulum Pendidikan,
Bandung, PT. Refika Aditama.
Sutrisno, 2004, Problematika Penerapan Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK) Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam Di Sekolah, Jurnal
Pendidikan Agama Islam, Volume 1 (1): 69-80.
Sudjimat D.A 2014. Perencanaan Pembelajaran Kejuruan. Malang.
Universitas Negeri Malang (UM Press)
Tilaar, 1999, Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat
Madani Indonesia, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar