Jumat, 17 April 2015

COLLABORATIVE LEARNING

1.    PENGERTIAN COLLABORATIVE LEARNING
Berkolaborasi berarti bekerja bersama-sama dengan orang lain. Dalam praktiknya, pembelajaran kolaboratif berarti peserta didik bekerja secara berpasang-pasangan atau dalam kelompok kecil untuk mencapai tujuan pembelajaran bersama. Pembelajaran kolaboratif berarti belajar melalui kerja kelompok, bukan belajar dengan bekerja sendirian. (Barkley, dkk. 2012:4)
Menurut Maridi (2012) dalam pembelajaran kolaboratif siswa belajar berpasangan atau membentuk kelompok kecil dalam mencapai tujuan. Mereka membentuk kelompok belajar, tidak belajar sendiri. Collaborative learning dirancang untuk melaksanakan belajar tuntas. Pembelajaran tidak akan berhenti jika masing-masing siswa tidak memahami tujuan atau kompetensi pembelalajaran. Dalam mencapai tujuan siswa melakukan konsultasi atau sharing dengan guru.
Konsep pembelajaran kolaboratif adalah suatu metode pembelajaran yang berpotensi untuk memenuhi tantangan itu, dan dapat menawarkan sebuah cara penyelesaian tentang bagaimana berbagai masalah tersebut dapat dipecahkan dengan melibatkan keikutsertaan partisipan terkait secara kolektif dalam suatu kelompok. Kelompok pebelajar seperti ini melakukan pembelajaran secara berkolaborasi sesuai dengan masing-masing kompetensinya. Melalui pola komunikasi dan pertukaran pemikiran, cara pandang, dan hasil telaah, kelompok seperti ini dapat mengurangi solusi parsial dan meningkatkan kualitas keutuhan kelompok. Solusi parsial tidak tepat untuk sejumlah waktu dan banyak tempat, tetapi dibutuhkan bentangan spektrum solusi holistik yang bergantung pada kesesuaian waktu dan tempat. (Idris, 2012:2)
Fitur pertama dari pembelajaran kolaboratif adalah desain yang disengaja. Lazimnya, para pengajar hanya meminta para peserta didik untuk membentuk kelompok dan kemudian bekerja. Dalam pembelajaran kolaboratif, para pengajar merancang desain kegiatan pembelajaran untuk peserta didik. Pengajar dapat melakukan ini dengan cara memilih kegiatan-kegiatan yang belum terstruktur atau dengan menciptakan struktur sendiri. (Barkley, dkk. 2012:4)
Fitur kedua yang tidak kalah penting adalah kerja sama. Dalam hal ini setiap anggota kelompok harus bekerja sama secara aktif untuk meraih tujuan yang telah ditentukan. Seandainya hanya ada satu orang yang menyelesaikan tugas kelompok sementara anggota lainnya hanya melihat, cara seperti ini tidak bisa disebut sebagai pembelajaran kolaboratif. Semua anggota kelompok harus memiliki kontribusi yang setara, baik ketika mereka mengerjakan tugas yang berbeda-beda dalam sebuah proyek besar. Namun keterlibatan yang setara pun masih belum cukup. (Barkley, dkk. 2012:4)
Fitur ketiga dari pembelajaran kolaboratif adalah terjadinya proses pembelajaran yang penuh makna. Ketika peserta didik bekerja sama dalam sebuah tugas kolaboratif, mereka harus bisa mendapatkan peningkatan pengetahuan atau semakin memahami kurikulum. Tugas yang diberikan kepada kelompok harus terstruktur sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Dengan demikian, pembelajaran kolaboratif adalah perpaduan dua atau lebih peserta didik yang bekerja bersama-sama dan berbagi beban kerja secara setara dan bersama-sama mewujudkan hasil-hasil pembelajaran yang diinginkan. (Barkley, dkk. 2012:4)
Kesimpulan yang dapat diambil pembelajaran kolaboratif adalah bekerja sama secara bersama-sama untuk mencari solusi terhadap materi pembelajaran. Tujuan dari pembelajaran kolaboratif adalah mengembangkan kemampuan berfikir sendiri dan juga mengurangi watak idealisme.

2.    MENGAPA COLLABORATIVE LEARNING DIGUNAKAN
Pembelajaran kolaboratif dapat menyediakan peluang untuk menuju pada kesuksesan praktek-praktek pembelajaran. Sebagai teknologi untuk pembelajaran (technology for instruction), pembelajaran kolaboratif melibatkan partisipasi aktif para siswa dan meminimalisir perbedaan-perbedaan antar individu. Pembelajaran kolaboratif telah menambah momentum pendidikan formal dan informal dari dua kekuatan yang bertemu, yaitu (Idris, 2012:20) :
a)    Realisasi praktek, bahwa hidup di luar kelas memerlukan aktivitas kolaboratif dalam kehidupan di dunia nyata.
b)   Menumbuhkan kesadaran berinteraksi sosial dalam upaya mewujudkan pembelajaran bermakna.
Pembelajaran kolaboratif digunakan di dalam kelas memberikan kontribusi positif terhadap pendidikan peseta didik. Ada ketertarikan yang besar terhadap dua keluaran penting yaitu (Barkley, 2012:24):
a)        Kontribusi yang diberikan oleh pembelajaran kelompok terhadap penguasaan konten, berpikir kritis, penyelesaian masalah, dan atribut kognitif lainnya.
b)        Kontribusi yang diberikan pada pembelajaran kelompok terhadap perkembangan keterampilan interpersonal dan faktor-faktor non kognitif lainnya yang dihargai dalam karier dan kehidupan sebagai warga negara.

3.    KARAKTERISTIK COLLABORATIVE LEARNING
Dijelaskan dalam (Barkley, dkk. 2012:13) karakteristik dari collaborative learning adalah sebagai berikut:
a)    Interdepensi positif yaitu keberhasilan dari masing-masing individual berkaitan dengan keberhasilan kelompok. Individual akan mencapai tingkat keberhasilan yang sama dengan tingkat keberhasilan kelompok. Sehingga peserta didik termotivasi untuk membentuk satu sama lain untuk mencapai tujuan-tujuan kelompok.
b)   Interaksi yang mendukung, yaitu para peserta didik diharapkan untuk saling mendukung dan membantu satu sama lain. Setiap anggota berbagi sumber daya dan dukungan serta mendukung usaha satu sama lain untuk belajar.
c)    Akuntabilitas individual dan kelompok, yaitu setiap kelompok memiliki rasa tanggung jawab untuk mencapai tujuannya. Setiap anggota bertanggung jawab untuk memberikan kontribusinya terhadap pekerjaan; para peserta didik dinilai secara individual.
d)   Pengembangan keterampilan kerja tim, yaitu para peserta didik dituntut untuk mempelajari materi (tugas kerja) akademis dan juga memperlajari keterampilan interpersonal dan kelompok kecil yang dibutuhkan untuk dapat berfungsi sebagai bagian dari sebuah kelompok (kerja tim). Keterampilan kerja tim harus diajarkan “dengan sama bertujuan dan tepatnya dengan keterampilan akademik”.
e)    Pemrosesan kelompok, yaitu para peserta didik harus belajar evaluasi produktivitas kelompok mereka. Mereka harus mendiskripsikan tindakan-tindakan anggota yang seperti apakah yang paling membantu dan tidak membantu, dan mereka juga harus membuat keputusan mengenai apa saja yang harus diteruskan dan diubah.

4.    SINTAK PADA COLLABORATIVE LEARNING
Menurut Idris (2012:22) langkah-langkah prosedur pembelajaran kolaboratif dijelaskan sebagai berikut:
a)    Para siswa dalam kelompok menetapkan tujuan belajar dan membagi tugas sendiri-sendiri.
b)   Semua siswa dalam kelompok membaca, berdiskusi, dan menulis.
c)    Kelompok kolaboratif bekerja secara bersinergi mengidentifikasi, mendemontrasikan, meneliti, menganalisis, dan memformulasikan jawaban-jawaban tugas atau masalah dalam LKS atau masalah yang ditemukan sendiri.
d)   Setelah kelompok kolaboratif menyepakati hasil pemecahan masalah, masing-masing siswa menulis laporan sendiri-sendiri secara lengkap.
e)    Guru menunjuk salah satu kelompok secara acak (selanjutnya diupayakan agar semua kelompok dapat giliran ke depan) untuk melakukan presentasi hasil diskusi kelompok kolaboratifnya di depan kelas, siswa pada kelompok lain mengamati, mencermati, membandingkan hasil presentasi tersebut, dan menanggapi. Kegiatan ini dilakukan selama lebih kurang 20-30 menit.
f)    Masing-masing siswa dalam kelompok kolaboratif melakukan elaborasi, inferensi, dan revisi (bila diperlukan) terhadap laporan yang akan dikumpulkan.
g)   Laporan masing-masing siswa terhadap tugas-tugas yang telah dikumpulkan, disusun perkelompok kolaboratif.
h)   Laporan siswa dikoreksi, dikomentari, dinilai, dikembalikan pada pertemuan berikutnya, dan didiskusikan.
Menurut Maridi (2012) metode pengembangan sistem pembelajaran dan implementasinya dapat diuraikan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a)    Tahap Awal atau Sosialisasi
Pada tahap ini dilakukan sharing dengan guru lewat forum Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) mata pelajaran untuk mendiskusikan seputar pelaksanaan pembelajaran di sekolah
b)   Tahap Identifikasi Masalah Dalam Pelaksanaan
Dari hasil pengamatan selama proses pembelajaran berlangsung, nampak para peserta didik cenderung pasif dan kurang bergairah. Pendekatan yang dilakukan oleh pendidik lebih bersifat kognitivisme, sehingga para peserta didik kurang banyak terlibat dalam membangun teori mengenai strategi pembelajaran. Hasil pembelajaran diidentifikasikan kurang bermakna disebabkan implementasi model pembelajaran yang telah teridentifikasi tersebut. Kemudian digunakan model collaborative learning sebagai alternatif inovasi pembelajaran strategi belajar mengajaar.
c)    Tahap Perencanaan dan Penyusunan Model Pembelajaran
Pada tahapan ini pendidik menyusun perangkat model pembelajaran. Perangkat ini meliputi perencanaan program media pendukung yang digunakan, administrasi, dan supersive, serta instrumen evaluasi pelaksanaan pembelajaran mata pelajaran.
d)   Tahap pelaksanaan
Model collaborative learning yang telah siap dioperasikan, kemudian dicobakan. Hal ini diawali dengan penjelasan singkat di kelas, selanjutnya para peserta didik pergi menuju sekolah target untuk berkolaborasi melakukan pengamatan terhadap kegiatan pendidik yang sedang mengajar.
e)    Tahap Evaluasi dan Refleksi
Tahap ini dilakukan terhadap pelaksanaan proses pembelajaran yang dilakukan, baik di lapangan maupun di kelas. Hasil pembelajaran diperoleh dengan membuat instrumen evaluasi dan melaksanakan ujian/kuis/tes. Dari hasil tersebut diketahui kebermaknaan hasil belajar dengan model yang digunakan. Keseluruhan hasil belajar dijadikan bahan refleksi model collaborative learning yang telah dilaksanakan.
f)    Tahap Tindak Lanjut
Tindak lanjut berorientasi kepada hasil refleksi yang telah dilakukan, dimana model collaborative learning telah diyakini sebagai model pembelajaran yang dipilih untuk mata pelajaran dengan tahap siklus berikutnya, sehingga ada peningkatan kualitas pembelajaran dan kebermaknaan pemahaman mata pelajaran.

5.    ANALISIS LANDASAN YANG DIGUNAKAN
a)   Landasan Neurologis
Riset terkini yang dilakukan pada otak oleh para ilmuwan syaraf menambahkan dimensi ke dalam pengetahuan tentang pembelajaran. Anak dilahirkan dengan sekitar 100milyar neuron yang terkandung dalam otaknya. Sepanjang hidup mereka akan menumbuhkan otak dengan terus menerus membuat koneksi-koneksi di dalam sirkuit otak melalui pengalaman dan pembelajaran. Kerja otak dalam pembelajaran kolaboratif adalah “melalui sebuah proses yang mirip dengan persaingan, sehingga otak akan mengeleminasi koneksi-koneksi atau sinapse-sinapse yang jarang atau tidak pernah digunakan” (Nash, 1997:50 dalam Barkley, dkk. 2012:17). Para peneliti menemukan bahwa anak-anak yan tidak mendapat stimulasi, cenderung memiliki otak yang 20-30 persen lebih kecil dibandingkan ukuran normal otak anak dengan usia yang sama. Dengan adanya pembelajaran kolaboratif yang mengharuskan anak aktif dan konstruktif serta mempunyai daya sosial maka otak anak akan berkembang.

b)   Landasan Kognitif
Sains kognitif modern mempostulasikan sebuah struktur pikiran yang dikenal sebagai skema atau dalam bentuk pluralnya dikenal sebagai skemata. Sebuah skema adalah, sebuah struktur kognitif yang terdiri atas banyak fakta, ide, dan asosiasi yang diorganisir ke dalam sebuah sistem hubungan yang bermakna.
Apa yang dapat dipelajari oleh peserta didik tergantung sampai batasan yang lebih luas dari yang diasumsikan sebelumnya, pada apa yang mereka ketahui. Akan lebih mudah untuk mempelajari sesuatu apabila kitas sudah memiliki beberapa latar belakang mengenai hal tersebut sebelumnya dibandingkan ketika harus mempelajari sesuatu yang benar-benar baru.
Menurut Barkley dkk (2012:19) landasan kognitif yang digunakan dalam pembelajaran kolaboratif disebutkan sebagai berikut:
1)   Pembelajaran adalah memperoleh informasi atau mengetahui lebih banyak.
2)   Pembelajaran adalah mememorikan atau menyimpan informasi.
3)   Pembelajaran adalah memperoleh fakta-fakta dan keterampilan yang dapat digunakan.
4)   Pembelajaran adalah memahami atau memaknai berbagai macam bagian informasi.
5)   Pembelajaran melibatkan pengertian atau pemahaman terhadap dunia dengan menginterpretasikan kembali pengetahuan.
Landasan kognitif berkaitan dengan terjadinya pertukaran konsep antar anggota kelompok pada pembelajaran kolaboratif. Sehingga dalam suatu kelompok akan terjadi proses transformasi ilmu pengetahuan pada setiap anggota.

c)    Landasan Filosofis
Ide pembelajaran kolaboratif bermula dari perpsektif filosofis terhadap konsep belajar. Untuk dapat belajar, seseorang harus memiliki pasangan atau teman. (Idris, 2012:14)
Dewey menganjurkan agar dalam lingkungan belajar guru menciptakan lingkungan sosial yang dicirikan oleh lingkungan demokrasi dan proses ilmiah. Tanggung jawab utama para guru adalah memotivasi siswa untuk bekerja secara kolaboratif dan memikirkan masalah sosial yang berlangsung dalam pembelajaran. Di samping upaya pemecahan masalah di dalam kelompok kolaboratif, dari hari ke hari siswa belajar prinsip demokrasi melalui interaksi antar teman sebaya. Dalam konteks sosial, secara teoretik pembelajaran kolaboratif berfungsi sebagai laboratorium demokrasi bagi siswa untuk menjadi warga negara demokratis dengan berinteraksi seputar isu-isu bermanfaat melalui pembentukan visi tentang masyarakat yang baik. Gagasan-gagasan Dewey akhirnya diwujudkan dalam pendekatan group-investigation untuk pembelajaran kolaboratif (Idris, 2012:15).

d)   Landasan Sosial
Landasan sosial yang diaplikasikan pada pembelajaran kolaboratif adalah peserta didik dikelompokkan ke dalam kelompok dengan berbagai macam latar belakang, tetapi cukup untuk membentuk sebuah dasar umum untuk berkomunikasi. Semua peserta didik dipaparkan pada konsep-konsep dan pemahaman yang berada dalam kemampuan penangkapan mereka, tetapi yang belum menjadi bagian dari pemahaman pribadi mereka. Hal tersebut memungkinkan masing-masing perserta didik untuk belajar dari peserta didik lainnya sebuah konsep yang berada di luar tingkat perkembangan mereka. Sehingga, secara teoritis mahasiswa dengan tingkat akademis yang buruk akan mampu belajar lebih banyak dari peserta didik yang lebih siap dan demikian pula sebaliknya (Barkley, dkk 2012:20).
Pada landasan ini terlihat adanya interaksi sosial antar anggota yang akan membantu perkembangan individu dan meningkatkan sikap saling menghormati pendapat semua anggota kelompok.


Daftar Rujukan
Barkley, Elizabert. 2012. Collaborative Learning Techniques. Bandung: Nusa Media
Idris, Muhammad. 2012. Model-Model Pembelajaran Kolaborasi dan Strategi Pengembangannya. (online), (https://www.academia.edu/4276716/MUHAMMAD_IDRIS_MA_PEMBELAJARAN_KOLABORASI), diakses pada tanggal 12 April 2015
Maridi. Penerapan Model Collaborative Learning. (online), (http://download.portalgaruda.org/article.php?article=107157&val=4058), diakses pada tanggal 12 April 2015
Sumarli, Eka Murdani. Model Pembelajaran Kolaboratif dengan Tutor Sebaya pada Pokok Bahasan Rangkaian Seri-Paralel Hambatan Listrik. (online), (http://pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/09-Model-Pembelajaran-Kolaboratif-Sumarli.pdf), diakses pada tanggal 17 April 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar