1.
PENGERTIAN COLLABORATIVE
LEARNING
Berkolaborasi
berarti bekerja bersama-sama dengan orang lain. Dalam praktiknya, pembelajaran
kolaboratif berarti peserta didik bekerja secara berpasang-pasangan atau dalam kelompok
kecil untuk mencapai tujuan pembelajaran bersama. Pembelajaran kolaboratif
berarti belajar melalui kerja kelompok, bukan belajar dengan bekerja sendirian.
(Barkley, dkk. 2012:4)
Menurut Maridi
(2012) dalam pembelajaran kolaboratif siswa belajar berpasangan atau membentuk
kelompok kecil dalam mencapai tujuan. Mereka membentuk kelompok belajar, tidak
belajar sendiri. Collaborative learning
dirancang untuk melaksanakan belajar tuntas. Pembelajaran tidak akan berhenti
jika masing-masing siswa tidak memahami tujuan atau kompetensi pembelalajaran.
Dalam mencapai tujuan siswa melakukan konsultasi atau sharing dengan guru.
Konsep pembelajaran kolaboratif adalah
suatu metode pembelajaran yang berpotensi untuk memenuhi tantangan itu, dan
dapat menawarkan sebuah cara penyelesaian tentang bagaimana berbagai masalah
tersebut dapat dipecahkan dengan melibatkan keikutsertaan partisipan terkait
secara kolektif dalam suatu kelompok. Kelompok pebelajar seperti ini melakukan
pembelajaran secara berkolaborasi sesuai dengan masing-masing kompetensinya.
Melalui pola komunikasi dan pertukaran pemikiran, cara pandang, dan hasil
telaah, kelompok seperti ini dapat mengurangi solusi parsial dan meningkatkan
kualitas keutuhan kelompok.
Solusi parsial tidak tepat untuk sejumlah waktu dan banyak tempat, tetapi
dibutuhkan bentangan spektrum solusi holistik yang bergantung pada kesesuaian
waktu dan tempat. (Idris, 2012:2)
Fitur pertama
dari pembelajaran kolaboratif adalah desain yang disengaja. Lazimnya, para
pengajar hanya meminta para peserta didik untuk membentuk kelompok dan kemudian
bekerja. Dalam pembelajaran kolaboratif, para pengajar merancang desain
kegiatan pembelajaran untuk peserta didik. Pengajar dapat melakukan ini dengan
cara memilih kegiatan-kegiatan yang belum terstruktur atau dengan menciptakan
struktur sendiri. (Barkley, dkk. 2012:4)
Fitur kedua
yang tidak kalah penting adalah kerja sama. Dalam hal ini setiap anggota
kelompok harus bekerja sama secara aktif untuk meraih tujuan yang telah
ditentukan. Seandainya hanya ada satu orang yang menyelesaikan tugas kelompok
sementara anggota lainnya hanya melihat, cara seperti ini tidak bisa disebut
sebagai pembelajaran kolaboratif. Semua anggota kelompok harus memiliki
kontribusi yang setara, baik ketika mereka mengerjakan tugas yang berbeda-beda
dalam sebuah proyek besar. Namun keterlibatan yang setara pun masih belum
cukup. (Barkley, dkk. 2012:4)
Fitur ketiga
dari pembelajaran kolaboratif adalah terjadinya proses pembelajaran yang penuh
makna. Ketika peserta didik bekerja sama dalam sebuah tugas kolaboratif, mereka
harus bisa mendapatkan peningkatan pengetahuan atau semakin memahami kurikulum.
Tugas yang diberikan kepada kelompok harus terstruktur sehingga tujuan
pembelajaran dapat tercapai. Dengan demikian, pembelajaran kolaboratif adalah
perpaduan dua atau lebih peserta didik yang bekerja bersama-sama dan berbagi
beban kerja secara setara dan bersama-sama mewujudkan hasil-hasil pembelajaran
yang diinginkan. (Barkley, dkk. 2012:4)
Kesimpulan
yang dapat diambil pembelajaran kolaboratif adalah bekerja sama secara
bersama-sama untuk mencari solusi terhadap materi pembelajaran. Tujuan dari
pembelajaran kolaboratif adalah mengembangkan kemampuan berfikir sendiri dan
juga mengurangi watak idealisme.
2.
MENGAPA COLLABORATIVE
LEARNING DIGUNAKAN
Pembelajaran
kolaboratif dapat menyediakan peluang untuk menuju pada kesuksesan
praktek-praktek pembelajaran. Sebagai teknologi untuk pembelajaran (technology for instruction),
pembelajaran kolaboratif melibatkan partisipasi aktif para siswa dan meminimalisir perbedaan-perbedaan antar
individu. Pembelajaran kolaboratif telah menambah momentum pendidikan formal
dan informal dari dua kekuatan yang bertemu, yaitu (Idris, 2012:20) :
a)
Realisasi praktek, bahwa hidup di luar
kelas memerlukan aktivitas kolaboratif dalam kehidupan di dunia nyata.
b)
Menumbuhkan kesadaran berinteraksi
sosial dalam upaya mewujudkan pembelajaran bermakna.
Pembelajaran
kolaboratif digunakan di dalam kelas memberikan kontribusi positif terhadap
pendidikan peseta didik. Ada ketertarikan yang besar terhadap dua keluaran
penting yaitu (Barkley, 2012:24):
a)
Kontribusi
yang diberikan oleh pembelajaran kelompok terhadap penguasaan konten, berpikir
kritis, penyelesaian masalah, dan atribut kognitif lainnya.
b)
Kontribusi
yang diberikan pada pembelajaran kelompok terhadap perkembangan keterampilan
interpersonal dan faktor-faktor non kognitif lainnya yang dihargai dalam karier
dan kehidupan sebagai warga negara.
3.
KARAKTERISTIK COLLABORATIVE
LEARNING
Dijelaskan
dalam (Barkley, dkk. 2012:13) karakteristik dari collaborative learning adalah sebagai berikut:
a)
Interdepensi
positif yaitu keberhasilan dari masing-masing individual berkaitan dengan
keberhasilan kelompok. Individual akan mencapai tingkat keberhasilan yang sama
dengan tingkat keberhasilan kelompok. Sehingga peserta didik termotivasi untuk
membentuk satu sama lain untuk mencapai tujuan-tujuan kelompok.
b)
Interaksi
yang mendukung, yaitu para peserta didik diharapkan untuk saling mendukung dan
membantu satu sama lain. Setiap anggota berbagi sumber daya dan dukungan serta
mendukung usaha satu sama lain untuk belajar.
c)
Akuntabilitas
individual dan kelompok, yaitu setiap kelompok memiliki rasa tanggung jawab
untuk mencapai tujuannya. Setiap anggota bertanggung jawab untuk memberikan kontribusinya
terhadap pekerjaan; para peserta didik dinilai secara individual.
d)
Pengembangan
keterampilan kerja tim, yaitu para peserta didik dituntut untuk mempelajari
materi (tugas kerja) akademis dan juga memperlajari keterampilan interpersonal
dan kelompok kecil yang dibutuhkan untuk dapat berfungsi sebagai bagian dari
sebuah kelompok (kerja tim). Keterampilan kerja tim harus diajarkan “dengan
sama bertujuan dan tepatnya dengan keterampilan akademik”.
e)
Pemrosesan
kelompok, yaitu para peserta didik harus belajar evaluasi produktivitas
kelompok mereka. Mereka harus mendiskripsikan tindakan-tindakan anggota yang
seperti apakah yang paling membantu dan tidak membantu, dan mereka juga harus
membuat keputusan mengenai apa saja yang harus diteruskan dan diubah.
4.
SINTAK PADA COLLABORATIVE
LEARNING
Menurut Idris (2012:22) langkah-langkah prosedur
pembelajaran kolaboratif dijelaskan
sebagai berikut:
a)
Para siswa dalam kelompok menetapkan
tujuan belajar dan membagi tugas sendiri-sendiri.
b)
Semua siswa dalam kelompok membaca,
berdiskusi, dan menulis.
c)
Kelompok kolaboratif bekerja secara
bersinergi mengidentifikasi, mendemontrasikan, meneliti, menganalisis, dan
memformulasikan jawaban-jawaban tugas atau masalah dalam LKS atau masalah yang
ditemukan sendiri.
d)
Setelah kelompok kolaboratif
menyepakati hasil pemecahan masalah, masing-masing siswa menulis laporan
sendiri-sendiri secara lengkap.
e)
Guru menunjuk salah satu kelompok
secara acak (selanjutnya diupayakan agar semua kelompok dapat giliran ke depan)
untuk melakukan presentasi hasil diskusi kelompok kolaboratifnya di depan
kelas, siswa pada kelompok lain mengamati, mencermati, membandingkan hasil
presentasi tersebut, dan menanggapi. Kegiatan ini dilakukan selama lebih kurang
20-30 menit.
f)
Masing-masing siswa dalam kelompok
kolaboratif melakukan elaborasi, inferensi, dan revisi (bila diperlukan)
terhadap laporan yang akan dikumpulkan.
g)
Laporan masing-masing siswa terhadap
tugas-tugas yang telah dikumpulkan, disusun perkelompok kolaboratif.
h)
Laporan siswa dikoreksi, dikomentari,
dinilai, dikembalikan pada pertemuan berikutnya, dan didiskusikan.
Menurut Maridi (2012) metode pengembangan sistem pembelajaran dan implementasinya
dapat diuraikan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a)
Tahap
Awal atau Sosialisasi
Pada
tahap ini dilakukan sharing dengan
guru lewat forum Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) mata pelajaran untuk
mendiskusikan seputar pelaksanaan pembelajaran di sekolah
b)
Tahap
Identifikasi Masalah Dalam Pelaksanaan
Dari
hasil pengamatan selama proses pembelajaran berlangsung, nampak para peserta
didik cenderung pasif dan kurang bergairah. Pendekatan yang dilakukan oleh
pendidik lebih bersifat kognitivisme, sehingga para peserta didik kurang banyak
terlibat dalam membangun teori mengenai strategi pembelajaran. Hasil pembelajaran
diidentifikasikan kurang bermakna disebabkan implementasi model pembelajaran
yang telah teridentifikasi tersebut. Kemudian digunakan model collaborative learning sebagai
alternatif inovasi pembelajaran strategi belajar mengajaar.
c)
Tahap
Perencanaan dan Penyusunan Model Pembelajaran
Pada
tahapan ini pendidik menyusun perangkat model pembelajaran. Perangkat ini
meliputi perencanaan program media pendukung yang digunakan, administrasi, dan
supersive, serta instrumen evaluasi pelaksanaan pembelajaran mata pelajaran.
d)
Tahap
pelaksanaan
Model
collaborative learning yang telah
siap dioperasikan, kemudian dicobakan. Hal ini diawali dengan penjelasan
singkat di kelas, selanjutnya para peserta didik pergi menuju sekolah target
untuk berkolaborasi melakukan pengamatan terhadap kegiatan pendidik yang sedang
mengajar.
e)
Tahap
Evaluasi dan Refleksi
Tahap
ini dilakukan terhadap pelaksanaan proses pembelajaran yang dilakukan, baik di
lapangan maupun di kelas. Hasil pembelajaran diperoleh dengan membuat instrumen
evaluasi dan melaksanakan ujian/kuis/tes. Dari hasil tersebut diketahui
kebermaknaan hasil belajar dengan model yang digunakan. Keseluruhan hasil
belajar dijadikan bahan refleksi model collaborative
learning yang telah dilaksanakan.
f)
Tahap
Tindak Lanjut
Tindak
lanjut berorientasi kepada hasil refleksi yang telah dilakukan, dimana model
collaborative learning telah diyakini sebagai model pembelajaran yang dipilih
untuk mata pelajaran dengan tahap siklus berikutnya, sehingga ada peningkatan
kualitas pembelajaran dan kebermaknaan pemahaman mata pelajaran.
5.
ANALISIS LANDASAN YANG DIGUNAKAN
a) Landasan
Neurologis
Riset terkini
yang dilakukan pada otak oleh para ilmuwan syaraf menambahkan dimensi ke dalam
pengetahuan tentang pembelajaran. Anak dilahirkan dengan sekitar 100milyar
neuron yang terkandung dalam otaknya. Sepanjang hidup mereka akan menumbuhkan
otak dengan terus menerus membuat koneksi-koneksi di dalam sirkuit otak melalui
pengalaman dan pembelajaran. Kerja otak dalam pembelajaran kolaboratif adalah
“melalui sebuah proses yang mirip dengan persaingan, sehingga otak akan
mengeleminasi koneksi-koneksi atau sinapse-sinapse yang jarang atau tidak
pernah digunakan” (Nash, 1997:50 dalam Barkley, dkk. 2012:17). Para peneliti
menemukan bahwa anak-anak yan tidak mendapat stimulasi, cenderung memiliki otak
yang 20-30 persen lebih kecil dibandingkan ukuran normal otak anak dengan usia
yang sama. Dengan adanya pembelajaran kolaboratif yang mengharuskan anak aktif
dan konstruktif serta mempunyai daya sosial maka otak anak akan berkembang.
b) Landasan
Kognitif
Sains kognitif
modern mempostulasikan sebuah struktur pikiran yang dikenal sebagai skema atau
dalam bentuk pluralnya dikenal sebagai skemata. Sebuah skema adalah, sebuah
struktur kognitif yang terdiri atas banyak fakta, ide, dan asosiasi yang
diorganisir ke dalam sebuah sistem hubungan yang bermakna.
Apa yang dapat
dipelajari oleh peserta didik tergantung sampai batasan yang lebih luas dari
yang diasumsikan sebelumnya, pada apa yang mereka ketahui. Akan lebih mudah untuk
mempelajari sesuatu apabila kitas sudah memiliki beberapa latar belakang
mengenai hal tersebut sebelumnya dibandingkan ketika harus mempelajari sesuatu
yang benar-benar baru.
Menurut
Barkley dkk (2012:19) landasan kognitif yang digunakan dalam pembelajaran
kolaboratif disebutkan sebagai berikut:
1)
Pembelajaran
adalah memperoleh informasi atau mengetahui lebih banyak.
2)
Pembelajaran
adalah mememorikan atau menyimpan informasi.
3)
Pembelajaran
adalah memperoleh fakta-fakta dan keterampilan yang dapat digunakan.
4)
Pembelajaran
adalah memahami atau memaknai berbagai macam bagian informasi.
5)
Pembelajaran
melibatkan pengertian atau pemahaman terhadap dunia dengan menginterpretasikan
kembali pengetahuan.
Landasan
kognitif berkaitan dengan terjadinya pertukaran konsep antar anggota kelompok
pada pembelajaran kolaboratif. Sehingga dalam suatu kelompok akan terjadi
proses transformasi ilmu pengetahuan pada setiap anggota.
c) Landasan
Filosofis
Ide pembelajaran kolaboratif bermula
dari perpsektif filosofis terhadap konsep belajar. Untuk dapat belajar,
seseorang harus memiliki pasangan atau teman. (Idris, 2012:14)
Dewey menganjurkan agar dalam
lingkungan belajar guru menciptakan lingkungan sosial yang dicirikan oleh
lingkungan demokrasi dan proses ilmiah. Tanggung jawab utama para guru adalah
memotivasi siswa untuk bekerja secara kolaboratif dan memikirkan masalah sosial
yang berlangsung dalam pembelajaran. Di samping upaya pemecahan masalah di
dalam kelompok kolaboratif, dari hari ke hari siswa belajar prinsip demokrasi
melalui interaksi antar teman sebaya. Dalam konteks sosial, secara teoretik
pembelajaran kolaboratif berfungsi sebagai laboratorium demokrasi bagi siswa
untuk menjadi warga negara demokratis dengan berinteraksi seputar isu-isu
bermanfaat melalui pembentukan visi tentang masyarakat yang baik.
Gagasan-gagasan Dewey akhirnya diwujudkan dalam pendekatan group-investigation untuk pembelajaran kolaboratif (Idris, 2012:15).
d) Landasan
Sosial
Landasan
sosial yang diaplikasikan pada pembelajaran kolaboratif adalah peserta didik
dikelompokkan ke dalam kelompok dengan berbagai macam latar belakang, tetapi
cukup untuk membentuk sebuah dasar umum untuk berkomunikasi. Semua peserta
didik dipaparkan pada konsep-konsep dan pemahaman yang berada dalam kemampuan
penangkapan mereka, tetapi yang belum menjadi bagian dari pemahaman pribadi
mereka. Hal tersebut memungkinkan masing-masing perserta didik untuk belajar
dari peserta didik lainnya sebuah konsep yang berada di luar tingkat
perkembangan mereka. Sehingga, secara teoritis mahasiswa dengan tingkat
akademis yang buruk akan mampu belajar lebih banyak dari peserta didik yang
lebih siap dan demikian pula sebaliknya (Barkley, dkk 2012:20).
Pada landasan
ini terlihat adanya interaksi sosial antar anggota yang akan membantu
perkembangan individu dan meningkatkan sikap saling menghormati pendapat semua
anggota kelompok.
Daftar Rujukan
Barkley, Elizabert. 2012. Collaborative Learning Techniques. Bandung: Nusa Media
Idris, Muhammad. 2012. Model-Model Pembelajaran Kolaborasi dan Strategi Pengembangannya.
(online), (https://www.academia.edu/4276716/MUHAMMAD_IDRIS_MA_PEMBELAJARAN_KOLABORASI), diakses pada tanggal 12 April 2015
Maridi. Penerapan
Model Collaborative Learning. (online), (http://download.portalgaruda.org/article.php?article=107157&val=4058),
diakses pada tanggal 12 April 2015
Sumarli, Eka Murdani. Model
Pembelajaran Kolaboratif dengan Tutor Sebaya pada Pokok Bahasan Rangkaian
Seri-Paralel Hambatan Listrik. (online), (http://pf.uad.ac.id/wp-content/uploads/09-Model-Pembelajaran-Kolaboratif-Sumarli.pdf), diakses pada tanggal 17 April 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar