MODEL
PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN SOSIAL
A. PENDAHULUAN
Sebagai
bagian dari Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan menengah kejuruan merupakan
pendidikan pada jenjang pendidikan menengah yang mengutamakan pengembangan
kemampuan peserta didik untuk dapat bekerja dalam bidang tertentu, kemampuan
beradaptasi di lingkungan kerja, melihat peluang kerja dan mengembangkan diri
di kemudian hari. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Sistem Pendidikan
Nasional tahun 2003 pasal 15 bahwa “Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan
menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang
keahlian tertentu”.
Tingginya angka pengangguran di
Indonesia saat ini serta rendahnya angka siswa melanjutkan ke perguruan tinggi
merupakan beberapa masalah yang harus dipikirkan oleh pengelola sekolah
kejuruan. Sehingga salah satu isu penting saat ini adalah mengembalikan fungsi
dan peran sekolah menengah kejuruan sebagai salah satu solusi menyiapkan
lulusan yang memiliki keterampilan yang dapat diserap bursa kerja maupun dapat
melanjutkan ke perguruan tinggi.
Melalui makalah ini
guru sekolah kejuruan dapat memahami kerangka pembelajaran yang ditinjau dari
suatu pendekatan sosial yang harus dilakukan untuk dalam memenuhi kebutuhan
life skills. Guru juga perlu pengenalan makna dan teori belajar secara lebih
baik dalam rangka membimbing dan membina siswa agar lebih mandiri dan memiliki
keinginan untuk merekonstruksi dunia belajar ke dunia kerja. Ini sangat penting
karena hingga saat ini pandangan ahli pendidikan tentang sekolah kejuruan masih
mendua, sebagian ahli pendidikan mengatakan bahwa “learning to know is most
important, application can come later” sedangkan pendapat lain mengatakan
“learning to do is most important, knowledge hill somehow seep into the
process.”
B.
RINGKASAN
KAJIAN
Ringkasan kajian dari makalah yang dibahas adalah
sebagai berikut:
1. Pengertian
teori pembelajaran dengan pendekatan sosialis
2. Implikasi
Pendekatan Sosial dalam Pendidikan Kejuruan
3. Model-model
Pembelajaran dengan Pendekatan Sosial
4. Kelebihan
dan kekurangan model pembelajaran dengan pendekatan sosialis
C.
DESKRIPSI
KAJIAN
1. Pengertian
teori Pembelajaran Sosial
Teori
Pembelajaran Sosial merupakan perluasan dari teori belajar perilaku yang
tradisional (behavioristik). Teori pembelajaran sosial ini dikembangkan oleh
Albert Bandura (1986). Teori ini menerima sebagian besar dari prinsip-prinsip
teori belajar perilaku, tetapi memberikan lebih banyak penekanan pada kesan dan
isyarat-isyarat perubahan perilaku. Dalam teori pembelajaran sosial kita akan
menggunakan penjelasan-penjelasan reinforcement
eksternal dan penjelasan-penjelasan kognitif internal untuk memahami bagaimana
belajar dari orang lain.
Teori
ini menekankan bahwa lingkungan yang dihadapkan pada seseorang secara
kebetulan,lingkungan-lingkungan itu kerap kali dipilih dan diubah oleh
seseorang melalui perilakunya sendiri. Menurut Bandura, sebagaimana dikutip
oleh Kard(1997:14) bahwa “sebagian besar manusia belajar melalui pengamatan
secara selektif dan mengingat tingkah laku orang lain”. Inti dari pembelajaran
sosial adalah pemodelan (modeling), berikut ke-4 unsurutama dalam peniruan yang ada pada pemodelan
(modeling), yaitu:
a) Fase Memperhatikan (attentional
phase)
Fase ini merupakan dasar dari suatu proses pengamatan. Tidak
adanya perhatian yang terpusat, sulit bagi individu untuk melakukan pengamatan
dan pembelajaran secara intensif. Berkembangnya perhatian individu terhadap
suatu obyek berkaitan erat dengan daya ingatnya. Bagi remaja tertarik dan
menaruh perhatian terhadap perilaku model tertentu, akrena model tersebut
dipandangnya sebagai yang hebat, unggul, berkuasa, anggun berwibawa. Selain
itu, berkembangnya perhatian oleh adanya kebutuhan dan minat pribadi. Untuk
menarik perhatian para peserta didik, guru dapat mengekspresikan suara dengan
intonasi khas ketika menyajikan pokok materi atau bergaya dengan mimik
tersendiri ketika menyajikan contoh perilaku tertentu. Semakin erat hubungannya
antara kebutuhan dan minat perhatian, semakin kuat daya tariknya terhadap
perhatian tersebut, dan demikian sebaliknya.
b) Fase Menyimpan (retention phase)
Setelah
fase memperhatikan, seorang individu akan memperlihatkan tingkah laku yang sama
dengan model tersebut. Ini berarti individu mengingat dan menyimpan stimulus yang
diterimanya dalam bentuk simbol-simbol. Menurut Bandura, bentuk-bentuk simbol
tersebut tidak hanya diperoleh melalui pengamatan visual, tetapi juga
verbalisasi. Pada anak-anak yang kekayaan verbalnya terbatas, maka kemampuan
menirunya terbatas pada kemampuan untuk melakukan simbolisasi melalui
pengamatan visual.
c) Fase Memproduksi (reproduction
phase)
Pada
tahap reproduksi, segala bayangan/citra mental (imagery) atau kode-kode
simbolis yang berisi informasi penghetahuan dan perilaku yang telah tersimpan
dalam memori para peserta didik itu diproduksi kembali. Untuk mengidentifikasi
tingkat penguasaan para peserta didik, guru dapat menyuruh membuat atau
melakukan lagi apa-apa yang telah mereka serap misalnya dengan menggunakan
sarana post-test.
d) Fase Motivasi (motivation phase)
Tahap terakhir dalam proses terjadinya peristiwa atau
perilkau belajar adalah tahap penerimaan dorongan yang berfungsi sebagai
reinforcement “penguatan” bersemayamnya segala informasi dalam memori peserta
didik. Pada tahap ini, guru dianjurkan untuk member pujian, hadiah, atau nilai
tertentu kepada peserta didik yang berkinerja memuaskan. Sementara itu, kepada
mereka yang belum menunjukkan kinerja yang memuaskan perlu diyakinkan akan arti
penting penguasaan materi atau perilaku yang disajikan model (guru) bagi
kehidupan mereka. Seiring dengan upaya ini, ada baiknya ditunjukkan pula bukti-bukti
kerugian orang yang tidak menguasai materi atau perilkau tersebut
Model pembelajaran
merupakan cara/teknik penyajian yang digunakan guru dalam proses
pembelajaran agar tercapai tujuan pembelajaran. Ada beberapa model-model
pembelajaran seperti ceramah, diskusi, demonstrasi,
studi kasus, bermain peran (role play) dan lain sebagainya. Yang tentu
saja masing-masing memiliki kelemahan dan kelebihan. Metode/model sangat
penting peranannya dalam pembelajaran, karena melalui pemilihan model/metode
yang tepat dapat mengarahkan guru pada kualitas pembelajaran efektif.
Model
sosial (social family) menekankan pada usaha mengembangkan kemampuan
siswa agar memiliki kecakapan untuk berhubungan dengan orang lain
sebagai usaha membangun sikap siswa yang demokratis dengan menghargai
setiap perbedaan dalam realitas sosial. Inti dari sosial model ini adalah
konsep sinergi yaitu energi atau tenaga (kekuatan) yang terhimpun melalui
kerjasama sebagai salah satu fenomena kehidupan masyarakat. Dengan
menerapkan model sosial, pembelajaran di arahkan pada upaya
melibatkan peserta didik dalam menghayati, mengkaji, menerapkan
dan menerima fungsi dan peran sosial. Model sosial ini
dirancang untuk memanfaatkan fenomena kerjasama, membimbing para
siswa mendefinisikan masalah, mengeksplorasi berbagai cakrawala mengenai
masalah, mengumpulkan data yang relevan, dan mengembangkan serta
mengetes hipotesis, oleh karena itu guru seharusnya
mengajarkan proses demokratis secara langsung jadi pendidikan
harus diorganisasikan dengan cara melakukan penelitian bersama (cooperative
inquiry) terhadap masalah-masalah sosial dan masalah-masalah akademis.
2. ANALISIS KRITIS MATERI KAJIAN
1.
Implikasi
Pendekatan Sosial dalam Pendidikan Kejuruan
Pendekatan
social demand adalah pendekatan dalam perencananan pendidikaan yang didasarkan
atas tuntutan atau kebutuhan sosial akan pendidikan. Pengertian kebutuhan atau
tuntutan sosial itu berwayuh arti dan menyesatkan. Masyarakat yang manakah yang
dijadikan ukuran? Lagi pula kebutuhan manakah yang dimaksudkan, sekarang atau
masa yang akan datang? Dan masa yang akan datang itu kapan?. Biasanya
pengertian kebutuhan sosial itu menunjuk kepada kebutuhan yang brsifat populer.
Kebutuhan itu terasa apabila terjadi jurang antara penyediaan dan kebutuhan.
Memang kebutuhan itu dapat dipengaruhi oleh pemerintah, memang lebih mudah
menaikkan kebutuhan daripada menurunkan kebutuhan masyarakat akan pendidikan.
Mengukur kebutuhan sosial akan pendidikan itu sangat sulit, bahkaan
kadang-kadang tidak mungkin, kecuali kalau ada wajib belajar dan data demografi
(Vembriarto,1985:47).
Pendekatan
kebutuhan sosial, oleh para ahli disebut pendekatan yang bersifat tradisional,
karena fokus atau tujuan yang hendak dicapai dalam pendekatan kebutuhan sosial
ini lebih menekankan pada: (1) tercapainya pemenuhan kebutuhan atau tuntutan
seluruh individu terhadap layanan pendidikan dasar; (2) pemberian layanan
pembelajaran untuk membebaskan populasi usia sekolah dari tuna aksara (buta
huruf); dan (3) pemberian layanan pendidikan untuk membebaskan rakyat dari rasa
ketakutan dari penjajahan, dari kebodohan dan dari kemiskinan. Oleh karena itu
pendekatan kebutuhan sosial ini biasanya dilaksanakan pada negara-negara yang baru meraih
kemerdekaan dari penjajahan, dengan kondisi masyarakat pribumi yang terbelakang
pendidikannya dan kondisi sosial ekonominya.
Apabila
pendekatan kebutuhan sosial ini dipakai, maka ada beberapa hal yang perlu
dipertimbangkan atau diperhatikan oleh penyusun perencanaan dalam merancang
perencanaan pendidikan, antara lain: (1) melakukan analisis tentang pertumbuhan
penduduknya; (2) melakukan analisis
tentang tingkat partisipasi warga masyarakatnya dalam pelaksanaan pendidikan,
misalnya melakukan analisis persentase penduduk yang berpendidikan dan yang
tidak berpendidikan, yang dapat memberikan kontribusi dalam peningkatan layanan
pendidikan di setiap satuan pendidikan; (3) melakukan analisis tentang dinamika
atau gerak (mobilitas) peserta didik dari sekolah tingkat dasar sampai
perguruan tinggi, misalnya kenaikan kelas, kelulusan, dan dropout; (4)
melakukan analisis tentang minat atau keinginan warga masyarakat tentang jenis
layanan pendidikan di sekolah; (5) melakukan analisis tentang tenaga pendidik
dan kependidikan yang dibutuhkan, dan dapat difungsikan secara maksimal dalam
proses layanan pendidikan; dan (6) melakukan analisis tentang keterkaitan
antara output satuan pendidikan dengan tuntutan masyarakat atau kebutuhan
sosial di masyarakat (Sa’ud, S. dan Makmun A,S. 2007; Usman, H. 2008).
Pendekatan ini menitik beratkan pada tujuan pendidikan yang mengandung misi
pembebasan terutama bagi negara-negara berkembang yang kemerdekaannya baru saja
diperoleh setelah melalui perjuangan pembebasan yang amat lama. Pendidikan
membebaskan rakyat dari ketakutan, dari penjajahan, dari kebodohan, dan dari
kemiskinan. Misi pembebasan yang menjiwai tuntutan terhadap pendidikan merup.ikan
aspirasi politik rakyat, karena itu tuntutan sosial ini merupakan tekanan keras
bagi penyelenggara pendidikan.
a. Konstruktivisme
Sosial Untuk Pengajaran
Pendekatan
konstruktivis sosial menggunakan sejumlah inovasi di dalam pembelajaran di
kelas. Beberapa pendapat mengenai pendekatan konstruktivis sosial seperti yang
dikutip John W. Santrock (2008 : 390)
1. Bearison & Dorsal (2008)
bahwa secara umum pendekatan konstruktivis sosial menekankan pada konteks
sosial dari pembelajaran dan bahwa pengetahuan itu dibangun dan dikonstruksi
secara bersama (mutual).
2. Gauvain (2001) keterlibatan
dengan orang lain membuka kesempatan bagi murid untuk mengevaluasi dan
memperbaiki pemahaman mereka saat mereka bertemu dengan pemikiran orang lain
dan saat mereka berpartisipasi dalam pencarian pemahaman bersama.
3. Jonson & Jonson (2003)
pengalaman dalam konteks sosial memberikan mekanisme penting untuk perkembangan
pemikiran murid.
Teori konstruktivis
sosial Vygotsky menyebutkan bahwa anak berada dalam konteks sosiohistoris.
Vygotsky seperti yang dikutip John W. Santrock (2008 : 390) menekankan bahwa
murid mengkonstruksi pengetahuan melalui interaksi sosial dengan orang lain.
Isi dari pengetahuan ini dipengaruhi oleh kultur dimana murid tinggal, yang
mencakup bahasa, keyakinan, dan keahlian/keterampilan. Selanjutnya dalam
pendekatan konstruktivis Piaget menurut John W. Santrock (2008 : 390), murid
mengkonstruksi pengetahuan dengan mentrans-formasikan, mengorganisasikan, dan
mereorganisasikan pengetahuan dan informasi sebelumnya.
Piaget menekankan
bahwa guru seharusnya memberi dukungan bagi murid untuk mengeksplorasi dan
mengembangkan pemahaman. Vygotsky menekankan bahwa guru harus menciptakan
banyak kesempatan bagi murid untuk belajar dengan guru dan teman sebaya dalam
mengkonstruksi pengetahuan bersama. Dalam model Piaget dan Vygotsky , guru
berfungsi sebagai fasilitator dan membimbing ketimbang sebagi pengatur dan
pembentuk pembelajaran anak.
b. Implementasi
Konstruktivisme Sosial pada Sekolah Menengah Kejuruan
Proses
pembelajaran akan lebih bermakna jika pada akhir proses pembelajaran dapat
secara langsung memotivasi siswa untuk memahami sekaligus membangun arti baru.
Untuk itu guru dalam pendekatan konstruktivisme harus berfungsi sebagai fasilitator
aktif, terutama dalam memandu siswa untuk mempertanyakan asumsi mereka serta
melatih siswa dalam merekonstruksi makna baru dari sebuah pengetahuan.
Guru
konstruktivis lebih tertarik untuk membongkar sebuah makna daripada menentukan
suatu materi. Dengan demikian peran guru dalam pembelajaran konstruktivisme
adalah menyediakan pengalaman belajar bagi siswa, memberikan kegiatan yang
merangsang keingintahuan siswa, menyediakan sarana yang merangsang siswa
berpikir secara produktif, serta memonitor dan mengevaluasi hasil belajar
siswa.
Pendekatan
konstruktivisme untuk sekolah kejuruan sangatlah penting karena siswa belajar
dalam lingkungan dan tempat kerja. Praktik kerja dalam sekolah kejuruan memang
berisiko tinggi, tetapi jika guru bertindak benar baik sebagai fasilitator
maupun pemandu, guru dapat membantu siswa dalam belajar merekonstruksi pikiran
mereka melalui sebuah keadaan secara bersama-sama.
Aktivitas
adalah salah satu faktor dalam konstruksi pengetahuan, dan keikutsertaan siswa
dalam seluruh aktivitas dan interaksi pembelajaran setiap hari merupakan
kekuatan untuk mengakses informasi dan keterampilan yang lebih tinggi.
Bertambahnya pengalaman secara rutin dan langsung dalam melakukan suatu
pekerjaan akan memberikan siswa kemampuan untuk memecahkan masalah secara
efektif, reflektif dan berkesinambungan.
Pada
sekolah kejuruan, ada beberapa program yang dapat dilakukan sebagai penerapan
pendekatan pemelajaran konstruktivisme ini. Diantaranya adalah program
Pendidikan Sistem Ganda (PSG) dan Teaching Factory (TF).
1.
Pendidikan Sistem Ganda (PSG)
PSG pada dasarnya
merupakan suatu bentuk penyelenggaraan pendidikan keahlian profesional yang
memadukan secara sistematik dan sinkron program pendidikan di sekolah dan
program penguasaan keahlian yang diperoleh melalui kegiatan bekerja langsung di
dunia kerja, terarah untuk mencapai suatu tingkat keahlian profesional
tertentu. PSG merupakan suatu strategi yang mendekatkan peserta didik ke dunia
kerja dan ini adalah strategi proaktif yang menuntut perubahan sikap dan pola
pikir siswa.
2.
Teaching Factory (TF)
Teaching Factory
(TF) adalah suatu konsep pembelajaran dalam suasana sesungguhnya, sehingga
dapat menjembatani kesenjangan kompetensi antara kebutuhan industri dan
pengetahuan di sekolah. Proses pendekatan pembelajaran dengan TF adalah
perpaduan antara pendekatan pembelajaran CBT (competency based training) dan
PBT (production based training). CBT memberikan penekanan pada apa yang dapat
dilakukan siswa dari hasil belajar yang sudah diperoleh baik pemahaman pengetahuan
maupun keterampilan. PBT adalah suatu proses pembelajaran keahlian atau
keterampilan yang dirancang dan dilaksanakan berdasarkan prosedur dan stándar
kerja yang sesungguhnya (real job) untuk menghasilkan barang dan jasa sesuai
dengan tuntutan pasar atau consumen.
Pada kedua macam
pendekatan pembelajaran tersebut, siswa diberikan kesempatan untuk mendapatkan
pengalaman belajar langsung (magang). Secara tidak langsung siswa akan melalui
tahap-tahap skema asimilasi dan akomodasi dari pemahaman pengetahuan yang
didapatkan di sekolah dengan penerapannya di dunia usaha atau dunia industri
2. Model-model
Pembelajaran dengan Pendekatan Sosial
a) Time Token
Model ini digunakan
untuk melatih dan mengembangkan keterampilan sosial agar peserta didik tidak
mendominasi pembicaraan atau diam sama sekali. Langkahnya adalah dengan
mengkondisikan kelas untuk melaksanakan diskusi, tiap peserta didik diberi
kupon bahan pembicaraan (1 menit), peserta didik berbicara (pidato-tidak
membaca) berdasarkan bahan pada kupon, setelah selesai kupon dikembalikan.
Langkah-langkah pelaksanaan model pembelajaran sebagai berikut:
ü Kondisikan kelas untuk
melaksanakan diskusi (cooperative learning / CL)
ü Tiap peserta didik
diberi kupon berbicara dengan waktu ± 30 detik. Tiap peserta didik
diberi sejumlah nilai sesuai waktu yang digunakan.
ü Bila telah selesai
bicara kupon yang dipegang peserta didik diserahkan.
ü Peserta didik yang
telah habis kuponnya tak boleh bicara lagi. Yang masih pegang kupon harus
bicara sampai kuponnya habis.
ü Sehingga semua peserta
didik memiliki hak bicara yang sama, dan sampai semua peserta didik berbicara (
berpendapat).
ü Guru dan peserta didik
membuat kesimpulan bersama dari hasil diskusi.
Pada dasarnya
setiap model pembelajaran memiliki kelemahan dan kelebiahan, tidak ada model
pembelajaran yang hanya memiliki kelebihan saja dan tidak mempunyai kekurangan. Namun, meskipun adanya
kekurangan dalam model pembelajaran, sebisa mungkin
seorang guru harus profesional dalam menjalankan tugasnya itu. Jadi, pengajar harus memaksimalkan penggunaan model pembelajaran
yang ia pilih untu mengajar, meminimalisir
kekurangan itu terjadi. Berikut ini akan
dibahas mengenai kelebihan dan kekurangan
model pembelajaran time token:
Keuntungan dan kelemahan model
pembelajaran kooperatif:
Sharan
mengatakan bahwa bembelajaran dengan sistem pengelompokan dapat menyebabkan
berpindahnya motivasi dari tataran eksternak pada tataran internal. Dengan kata
lain, pada saat siswa bekerjasama dalam menyelesaikan sebuah tugas, mereka akan
tertarik pada materi
pembelajaran tersebutkarena menyadari kepentingannya sebaga siswa terhadap
materi tersebut.
Secara rinci keuntungan menggunakan
model pembelajaran kooperatif adalah:
ü Dapat
memberikan efek yang sangat ampuh pada waktu singkat, baik dalam aspek pembelajaran,
akademik, maupun aspek skill.
ü Memberikan pendamping
belajar yang menyenangkan
dan bersama-sama mengembangkan
skill bersosial serta ber empati terhadap orang lain.
ü Dapat
meningkatkan perasaan positif terhadap diri sendiri maupun orang lain.
Menurut sanjaya keunggulan
dan kelemahan model
pembelajaran kooperatif adalah:
v Keunggulan
ü Siswa tidak terlalu menggantungkan
kepada guru, akan tetapi akan dapat menambah kepercayaan
kemampuan berfikir sendiri.
ü Dapat
mengembangkan kemampuan mengungkapkan ide atau gagasan.
ü Dapat membantu
anak untuk merespon orang lain.
ü Dapat
memberdayakan siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar.
ü Dapat
meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan sosial.
ü Dapat
mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide dan pemahamannya sendiri,
menerima umpan balik.
ü Dapat
meningkatkan kemampuan siswa menggunakan informasi dan kemampuan belajar
abstrak menjadi nyata.
ü Dapat meningkatkan motivasi dan
memberikan rangsangan untuk berfikir.
v Kelemahan
ü Dengan leluasanya pembelajaran maka
apabila keleluasaan itu tidak optimal maka tujuan
dari apa yang dipelajari tidak akan tercapai.
ü Penilaian kelompok dapat membutakan
penilaian secara individual apabila guru tidak jeli dalam pelaksanaannya
ü Mengembangkan kesadaran berkelompok
memerlukan waktu yang panjang.
Itulah kelemahan dan kelebihan model pembelajaran
kooperatif secara umum, sedangkan Kelebihan
Model Time Token yaitu:
ü Mendorong
siswa untuk meningkatkan inisiatif dan partisipasinya.
ü Siswa tidak
mendominasi pembicaraan atau diam sama sekali
ü Siswa menjadi
aktif dalam kegiatan pembelajaran
ü Meningkatkan
kemampuan siswa dalam berkomunikasi (aspek berbicara).
ü Melatih siswa
untuk mengungkapkan pendapatnya.
ü Menumbuhkan kebiasaan pada siswa
untuk saling mendengarkan, berbagi, memberikan masukan dan keterbukaan terhadap kritik.
ü Mengajarkan
siswa untuk menghargai pendapat orang lain.
ü Guru dapat berperan untuk mengajak
siswa mencari solusi bersama terhadap permasalahan
yang ditemui.
ü Tidak
memerlukan banyak media pembelajaran.
ü Kekurangan
Model Time Token Arends
ü Hanya dapat
digunakan untuk mata pelajaran tertentu saja.
ü Tidak bisa
digunakan pada kelas yang jumlah siswanya banyak.
ü Memerlukan banyak waktu untuk
persiapan dan dalam proses pembelajaran, karena semua siswa harus berbicara satu persatu sesuai jumlah kupon yang dimilikinya.
ü Siswa yang
aktif tidak bisa mendominasi dalam kegiatan pembelajaran (http://www.sriudin.com/2012/01/model-pembelajaran
-time-token.html).
Pada intinya kelebihan dari model
pembelajaran time token ini yaitu siswa akan lebih
terdorong untuk menyampaikan apa yang ada di fikirannya karena terkadang banyak
siswa yang malu
menyampaikan pendapatnya, dengan
adanya metode pembelajaran time token ini siswa yang tadinya
tidak aktifpun di tuntut untuk ikut berbicara
menyampaikan pendapatnya.
Dan kekurangannya yaitu siswa yang
aktif yang mempunyai kemampuan lebih dari yang lainnya sibatasi untuk berbicara
lebih banyak/lebih sering. Serta terkadang model pembelajaran seperti ini
memerlukan waktu yang
banyak, karena semua
siswa
diharapkan bisa belajar menyampaikan pendapatnya namun terkadang ini akan membuat siswa bosan.
diharapkan bisa belajar menyampaikan pendapatnya namun terkadang ini akan membuat siswa bosan.
b) Pembelajaran Kooperatif
(Cooperatif Learning)
Pembelajaran kooperatif, merupakan model pembelajaran dengan
peserta didik bekerja sama dalam kelompok kecil yang memiliki kemampuan
heterogen. Mereka saling membantu menyelesaikan permasalahan dan menerapkan
pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mencapai tujuan
pembelajaran.Pembelajaran kooperatif dilaksanakan mengikuti tahapan-tahapan
sebagai berikut :
ü Menyampaikan tujuan
pembelajaran dan perlengkapan pembelajaran.
ü Menyampaikan informasi.
ü Mengorganisasikan
peserta didik ke dalam kelompok-kelompok belajar.
ü Membantu peserta didik
belajar dan bekerja dalam kelompok.
ü Evaluasi atau memberikan
umpan balik.
ü Memberikan penghargaan.
Pembelajaran kooperatif memiliki manfaat atau kelebihan yang sangat besar dalam
memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih mengembangkan kemampuannya
dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini dikarenakan dalam kegiatan pembelajaran kooperatif, siswa dituntut untuk
aktif dalam belajar melalui kegiatan kerjasama dalam kelompok.Karli dan Yuliariatiningsih (2002: 72) mengemukakan
kelebihan model pembelajaran kooperatif, yaitu:
ü Dapat melibatkan siswa secara aktif dalam
mengembangkan pengetahuan, sikap, dan keterampilannya dalam suasana belajar mengajar yang bersifat
terbuka dan demokratis.
ü Dapat mengembangkan aktualisasi berbagai
potensi diri yang telah dimiliki oleh siswa.
ü Dapat mengembangkan dan melatih berbagai
sikap, nilai, dan keterampilan-keterampilan sosial untuk diterapkan dalam kehidupan di masyarakat.
ü Siswa tidak hanya sebagai obyek belajar
melainkan juga sebagai subyek belajar karena siswa dapat menjadi tutor sebaya bagi siswa lainnya.
ü Siswa dilatih untuk bekerjasama, karena
bukan materi saja yang dipelajari tetapi juga tuntutan untuk mengembangkan potensi dirinya secara optimal bagi
kesuksesan kelompoknya.
ü Memberi kesempatan kepada siswa untuk
belajar memperoleh dan memahami pengetahuan yang dibutuhkan secara langsung, sehingga apa yang dipelajarinya
lebih bermakna bagi dirinya.
Penggunaan pembelajaran kooperatif dalam
kegiatan pembelajaran di sekolah, memiliki berbagai kelebihan atau manfaat. Kelebihan berorientasi pada optimalnya
kegiatan pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai secara efektif melalui dukungan guru dan siswa dalam
pembelajaran.
Selain kelebihannya, pendekatan pembelajaran kooperatif juga
memiliki kelemahan. Hal ini sesuai dengan pendapat Lie (1999: 29) yaitu:
Siswa yang dibagi dalam kelompok kemudian
diberikan tugas. Akibatnya siswa merasa ditinggal sendiri dan karena mereka belum berpengalaman, merasa bingung dan
tidak tahu bagaimana harus bekerjasama menyelesaikan tugas tersebut sehingga menimbulkan kekacauan dan
kegaduhan.
Berdasarkan pendapat sebelumnya, jelas bahwa
di samping kelebihan atau manfaat yang dapat dirasakan oleh siswa dalam model pembelajaran kooperatif, juga terdapat kelemahan di
mana hal tersebut menuntut kemampuan guru dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif dengan mengawasi proses
kerjasama dalam belajar yang dilakukan oleh siswa.
Thabrany (1993: 94) mengemukakan kelebihan
atau keuntungan dan kekurangan kerja kelompok atau pembelajaran kooperatif yaitu:
Keuntungan kerja kelompok
ü Dapat mengurangi rasa kantuk dibanding
belajar sendiri.
ü Dapat merangsang motivasi belajar.
ü Ada tempat bertanya.
ü Kesempatan melakukan resitasioral.
ü Dapat
membantu timbulnya asosiasi dengan peristiwa lain yang mudah diingat.
Kekurangan kerja
kelompok
Bisa
menjadi tempat mengobrol atau gosip. Sering terjadi debat
sepele di dalam kelompok, bisa terjadi kesalahan kelompok. Kelebihanpembelajaran
kooperatif di atas, berikut diuraikan satu-per satu:
ü Dapat
mengurangi rasa kantuk dibanding belajar sendiri
Jika belajar sendiri sering kali rasa bosan
timbul dan rasa kantuk pun datang. Apalagi jika mempelajari pelajaran yang
kurang menarik perhatian atau pelajaran yang sulit. Dengan belajar bersama, orang punya teman yang memaksa aktif
dalam belajar. Demikian pula ada kesempatan bersenda gurau sesedikit mungkin untuk mengalihkan kebosanan.
kurang menarik perhatian atau pelajaran yang sulit. Dengan belajar bersama, orang punya teman yang memaksa aktif
dalam belajar. Demikian pula ada kesempatan bersenda gurau sesedikit mungkin untuk mengalihkan kebosanan.
ü Dapat
merangsang motivasi belajar
Melalui kerja kelompok, akan dapat menumbuhkan perasaan ada
saingan. Jika sudah menghabiskan waktu dan tenaga yang sama dan ternyata ada teman yang mendapat nilai lebih baik, akan
timbul minat mengejarnya. Jika sudah berada di atas, tentu ingin mempertahankan
agar tidak akan dikalahkan teman-temannya.
ü Ada
tempat bertanya
Kerja secara kelompok, maka ada tempat untuk bertanya dan ada
orang lain yang dapat mengoreksi kesalahan anggota
kelompok. Belajar sendiri sering terbentur pada masalah sulit terutama jika mempelajari sejarah. Dalam belajar
berkelompok, seringkali dapat memecahkan soal yang sebelumnya tidak bisa diselesaikan sendiri. Ide teman dapat
dicoba dalam menyelesaikan soal latihan. Jika ada lima orang dalam kelompok itu, tentu ada lima kepala yang
mempunyai tingkat pengetahuan dan kreativitas yang berbeda. Pada saat membahas suatu masalah bersama akan ada
ide yang saling melengkapi.
kelompok. Belajar sendiri sering terbentur pada masalah sulit terutama jika mempelajari sejarah. Dalam belajar
berkelompok, seringkali dapat memecahkan soal yang sebelumnya tidak bisa diselesaikan sendiri. Ide teman dapat
dicoba dalam menyelesaikan soal latihan. Jika ada lima orang dalam kelompok itu, tentu ada lima kepala yang
mempunyai tingkat pengetahuan dan kreativitas yang berbeda. Pada saat membahas suatu masalah bersama akan ada
ide yang saling melengkapi.
ü Kesempatan
melakukan resitasi oral
Kerja kekompok, sering anggota kelompok harus
berdiskusi dan menjelaskan suatu teori kepada teman belajar. Inilah saat
yang baik untuk resitasi. Akan dijelaskan suatu teori dengan bahasa sendiri.
Belajar mengekspresikan apa yang diketahui, apa yang ada
dalam pikiran ke dalam bentuk kata-kata yang diucapkan.
ü Dapat
membantu timbulnya asosiasi dengan perisitwa lain yang mudah diingat
Melalui kerja kelompok akan dapat membantu
timbulnya asosiasi dengan peristiwa lain yang mudah diingat. Misalnya, jika
ketidaksepakatan terjadi di antara kelompok, maka perdebatan sengit tak terhindarkan. Setelah perdebatan ini, biasanya
akan mudah mengingat apa yang dibicarakan dibandingkan masalah lain yang lewat begitu saja. Karena dari peristiwa ini,
ada telinga yang mendengar, mulut yang berbicara, emosi yang turut campur dan tangan yang menulis. Semuanya sama-
sama mengingat di kepala. Jika membaca sendirian, hanya rekaman dari mata yang sampai ke otak, tentu ini dapat
kurang kuat.
ketidaksepakatan terjadi di antara kelompok, maka perdebatan sengit tak terhindarkan. Setelah perdebatan ini, biasanya
akan mudah mengingat apa yang dibicarakan dibandingkan masalah lain yang lewat begitu saja. Karena dari peristiwa ini,
ada telinga yang mendengar, mulut yang berbicara, emosi yang turut campur dan tangan yang menulis. Semuanya sama-
sama mengingat di kepala. Jika membaca sendirian, hanya rekaman dari mata yang sampai ke otak, tentu ini dapat
kurang kuat.
Kelemahan
penerapan model pembelajaran kooperatif dalam suatu pembelajaran di sekolah
yaitu:
ü Bisa
menjadi tempat mengobrol atau gosip
Kelemahan yang senantiasa terjadi dalam belajar kelompok adalah
dapat menjadi tempat mengobrol. Hal ini
terjadi jika anggota kelompok tidak mempunyai
kedisiplinan dalam belajar, seperti datang terlambat, mengobrol atau bergosip membuat waktu berlalu begitu saja sehingga tujuan
untuk belajar menjadi sia-sia.
ü Sering
terjadi debat sepele di dalam kelompok
Debat sepele ini sering terjadi di dalam kelompok. Debat sepele
ini sering berkepanjangan sehingga membuang waktu percuma. Untuk itu, dalam belajar kelompok harus dibuatkan agenda acara.
Misalnya, 25 menit mendiskusikan bab tertentu, dan 10 menit mendiskusikan bab lainnya.
Dengan agenda acara ini, maka belajar akan terarah dan tidak terpancing untuk berdebat hal-hal sepele.
c) Pembelajaran Kontekstual
( Contextual Teaching Learning/ CTL)
Pembelajaran
Kontekstual adalah konsep pembelajaran yang mendorong guru untuk menghubungkan
antara materi yang diajarkan dan situasi dunia nyata peserta didik, dan juga
mendorong peserta didik membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya
dan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.
ü Pembelajaran lebih bermakna, artinya siswa melakukan
sendiri kegiatan yang berhubungan dengan materi yang ada sehingga siswa dapat
memahaminya sendiri.
ü Pembelajaran lebih produktif dan mampu menumbuhkan
penguatan konsep kepada siswa karena pembelajaran CTL menuntut siswa menemukan
sendiri bukan menghafalkan.
ü Menumuhkan keberanian siswa untuk mengemukakan pendapat
tentang materi yang dipelajari.
ü Menumbuhkan rasa ingin tahu tentang materi yang
dipelajari dengan bertanya kepada guru.
ü Menumbuhkan kemampuan dalam bekerjasama dengan teman yang
lain untuk memecahkan masalah yang ada.
ü Siswa dapat membuat kesimpulan sendiri dari kegiatan
pembelajaran.
ü Bagi siswa yang tidak dapat mengikuti pebealajaran, tidak
mendapatkan pengetahuan dan pengalaman yang sama dengan teman lainnya karena
siswa tidak mengalami sendiri.
ü Perasaan khawatir pada anggota kelompok akan hilangnya
karakteristik siswa karena harus menyesuaikan dengan kelompolnya.
karakteristik siswa karena harus menyesuaikan dengan kelompolnya.
ü Banyak siswa yang tidak senang apabila disuruh bekerjasama
dengan yang lainnya, karena siswa yang tekun merasa harus bekerja melebihan
siswa yang lain dalam kelompoknya.
Dari penjelasan di atas maka seorang guru dalam
menerapkan model
pembelajaran CTL harus dapat memperhatikan keadaan siswa dalam
kelas. Selain itu, seorang guru juga harus mampu membagi kelompok secara heterogen, agar siswa yang pandai dapat membantu siswa yang kurang pandai.
pembelajaran CTL harus dapat memperhatikan keadaan siswa dalam
kelas. Selain itu, seorang guru juga harus mampu membagi kelompok secara heterogen, agar siswa yang pandai dapat membantu siswa yang kurang pandai.
d) Student Teams-Achievement Division (STAD)
STAD
atau Tim Pebelajar-Kelompok Prestasi, merupakan jenis pembelajaran kooperatif
yang paling sederhana.Dalam STAD pebelajar dikelompokkan menjadi beberapa
kelompok dengan anggota 4-5 orang, dan setiap kelompok haruslah heterogen.
Pembelajar menyajikan pelajaran, dan kemudian pebelajar bekerja di dalam tim
mereka untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran
tersebut. Akhirnya seluruh peserta didik dikenai kuis tentang materi itu
dengan catatan, saat kuis mereka tidak boleh saling membantu.Dalam STAD,
penghargaan kelompok didasarkan atas skor yang didapatkan olehkelompok dan
skor kelompok ini diperoleh dari peningkatan individu dalam setiap kuis.
Sumbangan poin peningkatan peserta didik terhadap kelompoknya didasarkan atas
ketentuan :
Skor Kuis
|
Poin peningkatan
|
> 10 point di bawah
skor dasar
1-10 point di bawah
skor dasar
Skor dasar - 10 poin
di atas skor dasar
> 10 poin di atas
skor dasar
Hasil sempurna (tidak
mempertimbangkan skor dasar)
|
5
10
20
30
30
|
Skor kelompok untuk
setiap kelompok didasarkan pada sumbangan poin peningkatan yang diperoleh oleh
setiap anggota kelompok yaitu dengan menjumlah seluruh poin peningkatan
anggota kelompok dibagi dengan jumlah anggota kelompok. Satu periode
penilaian (3 – 4 minggu). Secara singkat langkah-langkah pembelajaran STAD
terdiri atas:
ü Membentuk kelompok
heterogen a 4-5 orang anggotanya
ü Guru menyajikan
pelajaran
ü Guru memberi tugas
kelompok
ü Guru memberi
kuis/pertanyaan kepada seluruh peserta didik. Pada saat menjawab kuis, tidak
dibolehkan peserta didik saling membantu.
ü Memberi evaluasi
ü Penghargaan kelompok
ü Kesimpulan
Berdasarkan karakterisitiknya sebuah
model pasti memiliki kelebihan dan kelemahannya. Uraiansecara rinci
kelebihan model ini ialah:
ü Setiap siswa
memiliki kesempatan untuk memberikan kontribusi yang substansial kepada kelompoknya,
dan posisi anggota kelompok adalah setara Allport (dalam Slavin, 2005:103).
ü Menggalakkan
interaksi secara aktif dan positif dan kerjasama anggota kelompok menjadi lebih
baik (Slavin, 2005:105) dan (Ahmadi,
2011:65).
ü Membantu siswa
untuk memperoleh hubungan pertemanan lintas rasial yang lebih banyak (Slavin,
2005:105)
ü Melatih siswa
dalam mengembangkan aspek kecakapan sosial di samping kecakapan kognitif
(Isjoni, 2010:72).
ü Peran guru
juga menjadi lebih aktif dan lebih terfokus sebagai fasilitator, mediator,
motivator dan evaluator (Isjoni, 2010:62).
ü Dalam model
ini, siswa memiliki dua bentuk tanggung jawab belajar. Yaitu belajar untuk dirinya
sendiri dan membantu sesama anggota kelompok untuk belajar (Rusman, 2011: 203).
ü Dalam model
ini, siswa saling membelajarkan sesama siswa lainnya atau pembelajaran oleh rekan
sebaya (peerteaching) yang lebih efektif daripada pembelajaran oleh guru (Rusman, 2011:
204)
ü Pengelompokan
siswa secara heterogen membuat kompetisi yang terjadi di kelas menjadi lebih
hidup
ü Prestasi dan
hasil belajar yang baik bisa didapatkan oleh semua anggota kelompok.
ü Kuis yang
terdapat pada langkah pembelajaran membuat siswa lebih termotivasi.
ü Kuis tersebut
juga meningkatkan tanggung jawab individu karena nilai akhir kelompok dipengaruhi
nilai kuis yang dikerjakan secara individu
ü Adanya
penghargaan dari guru, sehingga siswa lebih termotivasi untuk aktif dalam pembelajaran.
ü Anggota
kelompok dengan prestasi dan hasil belajar rendah memiliki tanggung jawab besar
agar nilai yang didapatkan tidak rendah supaya nilai kelompok baik
ü Rusman (2011)
menambahkan keunggulan model ini yaitu, siswa memiliki dua bentuk tanggung
jawab belajar. Yaitu belajar untuk dirinya sendiri dan membantu sesama anggota kelompok untuk
belajar (Rusman, 2011: 203)
ü Siswa dapat
saling membelajarkan sesama siswa lainnya atau pembelajaran oleh rekan sebaya
(peerteaching) yang lebih efektif daripada pembelajaran oleh guru (Rusman,
2011: 204).Model ini
dapat mengurangi sifat individualistis siswa.
Belakangan ini, siswa cenderung
berkompetisi secara individual, bersikap tertutup terhadap teman, kurang
memberi perhatian ke teman sekelas, bergaul hanya dengan orang tertentu, ingin
menang sendiri,dan sebagainya. Jika keadaan ini dibiarkan tidak mustahil akan
dihasilkan warga negara yang egois, introfert (pendiam dan tertutup), kurang
bergaul dalam masyarakat, acuh tak acuh dengan tetangga dan lingkungan, kurang
menghargai orang lain, serta tidak maumenerima kelebihan dan kelemahan orang
lain. Gejala seperti ini kiranya mulai terlihat pada masyarakat kita,
sedikit-sedikit demonstrasi, main keroyokan, saling sikut dan mudah terprovokasi
(Rusman, 2011: 204).
Selain berbagai kelebihan, model
STAD ini juga memiliki kelemahan. Semua model pembelajaran memang diciptakan
untuk memberi manfaat yang baik atau positif pada pembelajaran, tidak
terkecuali model STAD ini. Namun, terkadang pada sudut pandang tertentu,
langkah-langkah model tersebut tidak menutup kemungkinan terbukanya sebuah kelemahan,
seperti yang dipaparkan di bawah ini.
ü Berdasarkan
karakteristik STAD jika dibandingkan dengan pembelajaran konvensional (yang hanya
penyajian materi dari guru), pembelajaran menggunakan model ini membutuhkan
waktu yang relatif lama, dengan memperhatikan tiga langkah STAD yang menguras
waktu seperti penyajian materi dari guru, kerja kelompok dan tes
individual/kuis. Penggunaan waktu yang lebih lama dapat sedikit diminimalisir
dengan menyediakan lembar kegiatan siswa (LKS) sehingga siswa dapat bekerja
secara efektif dan efisien. Sedangkan pembentukan kelompok dan penataan ruang
kelas sesuai kelompok yang ada dapat dilakukan sebelum kegiatan pembelajaran
dilaksanakan.
Dengan demikian, dalam kegiatan pembelajaran tidak ada waktu yang terbuang untuk pembentukan kelompok dan penataan ruang kelas.
Dengan demikian, dalam kegiatan pembelajaran tidak ada waktu yang terbuang untuk pembentukan kelompok dan penataan ruang kelas.
ü Model ini
memerlukan kemampuan khusus dari guru. Guru dituntut sebagai fasilitator, mediator,
motivator dan evaluator (Isjoni, 2010:62). Dengan asumsi tidak semua guru mampu
menjadi fasilitator, mediator, motivator dan evaluator dengan baik. Solusi yang
dapat di jalankan adalah meningkatkan mutu guru oleh pemerintah seperti
mengadakan kegiatan-kegiatan akademik yang bersifat wajib dan tidak membebankan
biaya kepada guru serta melakukan pengawasan rutin secara insindental.
Disamping itu, guru sendiri perlu lebih aktif lagi dalam mengembangkan
kemampuannya tentang pembelajaran.
e) Jigsaw (Tim Ahli)
Dalam penerapan kooperatif tipe
jigsaw, peserta didik dibagi berkelompok dengan lima
atau enam anggota kelompok belajar heterogen. Setiap anggota bertanggung jawab
untuk mempelajari, menguasai bagian tertentu bahan yang diberikan kemudian
menjelaskan pada anggota kelompoknya.Para anggota dari kelompok lain yang
bertugas mendapat topik yang sama berkumpul dan berdiskusi tentang topik
tersebut. Kelompok ini disebut kelompok ahli. Kemudian anggota tim ahli
kembali ke kelompok asal dan mengajarkan apa yang telah dipelajarinya
dan didiskusikan didalam klompok ahlinya untuk diajarkan kepada teman
kelompoknya sendiri.
Secara singkat, langkah-langkah pembelajaran Jigsaw terdiri atas :
ü Peserta didik
dikelompokkan menjadi beberapa kelompok heterogen 4-5 orang
ü Tim anggota dalam
kelompok/tim diberi bagian materi yang berbeda
ü Anggota dari tim tim
yang berbeda yang telah mempelajari bagian/sub bab yang sama bertemu dalam
kelompok baru (kelompok ahli) untuk mendiskusikan sub bab mereka
ü Jika kelompok ahli
selesai mendiskusikan tugasnya, maka anggota kelompok kembali ke kelompok
asal/semula (home teams) untuk mengajar anggota lainnya pada kelompok semula
tentang sub bab yang ia diskusikan.
ü Tiap kelompok/tim ahli
mempresentasikan hasil diskusi
ü Guru memberi kesimpulan
v Kelebihan metode jigsaw
Ibrahim dkk (2000) mengemukakan kelebihan
dari metode jigsaw sebagai berikut.
ü Dapat mengembangkan tingkah laku kooperatif
ü Menjalin/mempererat hubungan yang lebih baik
antar siswa Dapat mengembangkan kemampuan akademis siswa
ü Siswa lebih banyak belajar dari teman mereka
dalam belajar kooperatif dari pada guru
ü Sementara itu Ratumanan (2002) menyatakan
bahwa interaksi yang terjadi dalam bentuk kooperatif dapat memacu terbentuknya
ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual siswa.
v Kelemahan metode jigsaw
ü Guru dan siswa kurang terbias dengan metode
ini karena masih terbawa kebiasaan menggunakan metode konvensional, dimana pemberian materi terjadi
secara satu arah.
ü Memerlukan waktu yang relatif lama.
ü Tidak efektif untuk siswa yang banyak
ü Memerlukan perhatian dan pengawasan ekstra
ketat dari guru Memerlukan
persiapan yang matang
f)
Keliling Kelompok
Model Pembelajaran Round Club Atau Keliling
Kelompok adalah kegiatan pembelajaran dengan cara berkelompok untuk bekerjasama
saling membantu mengkontruksi konsep.
Menyelesaikan persoalan atau inkuiri. Setiap
anggota kelompok wajib mengungkapkn hasil pemikiran secara bergantian. Langkah-langkah
pelaksanaan model pembelajaran sebagai berikut:
ü Guru menjelaskan tujuan
pembelajaran atau kompotensi dasar
ü Guru membagi peserta
didik menjadi kelompok
ü Guru memberikan tugas
atau lembar kerja
ü Salah satu peserta didik
dalam masing-masing kelompok menilai dengan memberikan pandangan dan pemikiran
mengenai tugas yang sedang mereka kerjakan
ü Peserta didik berikutnya
juga ikut memberikan kontribusinya
ü Demikian seterusnya
giliran bicara bisa dilaksanakan arah perputaran jarum jamk atau dari kiri ke
kanan.
g)
Debat
Kegiatan yang menekankan pada keaktifan peserta
didik untuk memberikan argumen atau mempertahankan argumennya ataupun kelompoknya.
Melalui model ini peserta didik dituntut untuk dapat berfikir secara kritis dan
saling bekerja sama dalam kelompok untuk mempertahankan pendapat kelompok.
Langkah-langkah :
ü Guru membagi 2 kelompok
peserta debat yang satu pro dan yang lainnya kontra
ü Guru memberikan tugas
untuk membaca materi yang akan didebatkan oleh kedua kelompok
di atas
ü Setelah selesai membaca
materi, Guru menunjuk salah satu anggota kelompok pro untuk berbicara
saat itu, kemudian ditanggapi oleh kelompok kontra. Demikian seterusnya sampai
sebagian besar peserta didik bisa mengemukakan pendapatnya.
ü Sementara peserta
didik menyampaikan gagasannya, guru menulis inti/ide-ide dari
setiap pembicaraan sampai mendapatkan sejumlah ide yang diharapkan.
ü Guru menambahkan
konsep/ide yang belum terungkap
ü Dari data-data yang
diungkapkan tersebut, guru mengajak peserta didik membuat kesimpulan/
rangkuman yang mengacu pada topik yang ingin dicapai.
Beberapa kelebihan dari model pembelajaran
debat diantaranya adalah:
ü Memantapkan pemahaman konsep siswa terhadap
materi pelajaran yang telah diberikan.
ü Melatih siswa untuk bersikap kritis terhadap
semua teori yang telah diberikan.
ü Melatih siswa untuk berani mengemukakan
pendapat.
ü Selain
itu juga terdapat
kekurangan dalam model
pembelajaran debat, diantaranya adalah:
ü Ketika menyampaikan pendapat saling berebut.
ü Terjadi debat kusir yang tak kunjung selesai
bila guru tidak menengahi.
ü Siswa yang pandai berargumen akan slalu aktif
tapi yang kurang pandai berargumen hanya diam dan pasif.
ü Menghabiskan banyak waktu untuk melakukan sesi
debat antar kelompok.
ü Perlunya tema yang mudah dipahami oleh siswa.
ü Tema haruslah dapat diperdebatkan.
ü Perataan siswa dalam kelompok terkadang tidak
heterogen.
3.
OPINI
Pendekatan
Kebutuhan Sosial lebih menekankan pada pemerataan kesempatan atau kuantitatif dibandingkan
dengan aspek kualitatif. Pendekatan kebutuhan sosial ini adalah pendekatan
tradisional bagi pembangunan pendidikan dengan menyediakan lembaga-lembaga dan
fasilitas demi memenuhi tekanan –tekanan untuk memasukkan sekolah serta
memungkinkan pemberian kesempatan kepada pemenuhan keinginan-keinginan murid
dan orangtuanya secara bebas. Dalam model kebutuhan sosial ini , tugas perencana
pendidikan adalah menganalisa kebutuhan
pada masa yang akan datang dengan menganalisa : (a) pertumbuhan penduduk, (b)
partisipasi dalam pendidikan, (c) arus murid, dan (d) keinginan masyarakat.
4.
KESIMPULAN
Menurut
Bandura, sebagaimana dikutip oleh (Kard, S., 1997:14) bahwa “sebagian besar
manusia belajar melalui pengamatan secara selektif dan mengingat tingkah laku
orang lain”. Inti dari pembelajaran sosial adalah pemodelan (modeling), dan
pemodelan ini merupakan salah satu langkah paling penting dalam pembelajaran
terpadu. Dalam proses pemodelan (modeling) terdapat 4 unsur, yaitu; (1) Fase
Memperhatikan, (2) Fase Menyimpan, (3) Fase Memproduksi, dan (4) Fase Motivasi.
Sedangkan Jenis-jenis peniruan meliputi; (1) Peniruan langsung, (2) Peniruan
tak langsung, (3) Peniruan Gabungan, (4) Peniruan sesaat/seketika, dan (5)
Peniruan berkelanjutan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar